href='http://www.blogger.com/favicon-image.g?blogID=5195730972603891725' rel='icon' type='image/x-icon'/>

Selamat Datang/Wilujeng Sumping

Selamat datang di blog ini semoga mampu memberi manfaat bagi kita semua

Memory in al-fatah

Album Foto Sdit Al Fatah Slideshow: Nana’s trip from Bekasi, Java, Indonesia to Jakarta was created by TripAdvisor. See another Jakarta slideshow. Take your travel photos and make a slideshow for free.

Rabu, 30 Maret 2011

Perbedaan TEMA,TOPIK dan JUDUL

PERBEDAAN TOPIK,TEMA DAN JUDUL
dalam wacana percakapan. Menurut Howe opik itu merupakan syarat terbentuknya wacana percakapan. Topik berasal dari bahasa Yunani yaitu “Topoi” yang berati tempat dalam tulis menulis,pembicaraan atau sesuatu yang menjadi landasan penulisan.maka dari itu topik merupakan Topic merupakan salah satu unsure yang penting
Tema merupakan amanat utama yang disampaikan oleh penulis melalui karangannya atau Dalam karang mengarang, tema juga adalah pokok pikiran yang mendasari karangan yang akan disusun. Dalam tulis menulis, tema adalah pokok bahasan yang akan disusun menjadi tulisan. Tema ini yang akan menentukan arah tulisan atau tujuan dari penulisan artikel itu. Menentukan tema berarti menentukan apa masalah sebenarmya yang akan ditulis atau diuraikan
Judul adalah sebuah nama yang dipakai untuk buku, bab dalam buku,atau kepala berita.Dalam artikel judul sering disebut juga kepala tulisan. Ada yang mendefinisikan Judul adalah lukisan singkat suatu artikel atau disebut juga miniatur isi bahasan. Judul hendaknya dibuat dengan ringkas, padat dan menarik. Judul artikel diusahakan tidak lebih dari lima kata, tetapi cukup menggambarkan isi bahasan.
Syarat-syarat topik
Syarat topik bisa ditinjau dari 2 segi, yaitu topik yang baik bagi penulis dan topik yang baik bagi pembaca.
Bagi penulis, topik yang baik yaitu berbasis pada kompetensi penulisnya yaitu
• Bidang keahlian.
• Bidang studi yang didalami.
• Pengalaman penulis: pengalaman kerja, praktik dilapangan, penelitian, partisipasi dalam suatu kegiatan ilmiah.
• Bidang kerja atau profesi.
• Karakter penulis (baik, cerdas, inovatif, kreatif).
• Temuan yang pernah diteliti.
• Kualifikasi pengalaman: nasional, internasional.
• Kemampuan memenuhi tuntutan masyarakat pembacanya.
• Kemampuan memenuhi target kebutuhan segmen pembacanya, dan
• Temuan baru dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang diperlukan pembacanya.
Sedangkan bagi pembaca, topik itu baik jika layak dibaca. Artinya, topik tersebut dapat mengembangkan kompetensi pembacanya, yaitu sesuai dengan:
• Tuntutan pembaca untuk mencapai target informasi yang diharapkan.
• Upaya pembaca untuk meningkatkan kecerdasan, kompetensi pengembangan akademik dan profesi.
• Ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditekuni pembacanya.
• Pengembangan dan peningkatan karier dan profesinya.
• Upaya mempertajam dan memperhalus rasa kemanusiaan.
• Upaya mempertajam dan memperhalus daya nalarnya.
• Sesuai dengan kebutuhan informasi iptek yang diperlukan, dan sebagainya.

Namun, jika ditinjau secara umum syarat topik yang baik yaitu:
1). Menarik untuk ditulis dan dibaca.
Topik yang menarik bagi penulis akan meningkatkan kegairahan dalam mengembangkan penulisannya, dan bagi pembaca akan mengundang minat untuk membacanya.
2). Dikuasai dengan baik oleh penulis minimal prinsip-prinsip ilmiah.
Untuk menghasilkan tulisan yang baik, penulis harus menguasai teori-teori (data sekunder), data di lapangan (data primer). Selain itu, penulis juga harus menguasai waktu, biaya, metode pembahasan, bahasa yang digunakan, dan bidang ilmu.
Syarat-syarat tema
Berikut ini beberapa syarat tema yaitu :

1)Tema harus menarik perhatian penulis.
2)Tema harus diketahui/dipahami penulis.
3)Tema harus Bermanfaat.
4)Tema yang dipilih harus berada disekitar kita.
5)Tema yang dipilih harus yang menarik.
6)Tema yang dipilih ruang lingkup sempit dan terbatas.
7)Tema yang dipilih memiliki data dan fakta yang obyektif.
8)Tema yang dipilih harus memiliki sumber acuan.
Syarat-syarat judul
ada beberapa Syarat-syarat judul yaitu:
• Harus bebentuk frasa,
• Tanpa ada singkatan atau akronim,
• Awal kata harus huruf kapital kecuali preposisi dan konjungsi,
• Tanpa tanda baca di akhir judul karangan,
• Menarik perhatian,
• Logis,
• Sesuai dengan isi
• Judul harus:.asli,relevan,provakitif,singkat

Cara membatasi topik
Pembatasan sebuah topik mencangkup konsep, variabel, data, lokasi atau lembaga dan waktu pengumpulan data.

Topik yang terlalu luas menghasilkan tulisan yang dangkal, tidak mendalam, dan tidak tuntas. Selain itu, pembahasan menjadi tidak fokus pada masalah utama yang ditulis atau dibaca. Akibatnya, pembahasan menjadi panjang, namun tidak berisi. Sebaliknya, topik yang terlalu sempit menghasilkan tulisan yang tidak (kurang) bermanfaat bagi pembacanya. Selain itu, karangan menjadi sulit dikembangkan, tidak menarik untuk dibahas ataupun dibaca.Maka dari itu, pembahasan topik dilakukan secara cermat, sesuai dengan kemampuan, tenaga, waktu, tempat, dan kelayakan yang dapat terima oleh pembacanya.
Contoh pembatasan topik:

“Upaya mengembangkan kwalitas perawatan yang bermutu bagi pelayanan pasien di Rumah Sakit”.

Jadi, kwalitas perawatan ini dikembangkan terbatas bagi pelayanan pasien di Rumah Sakit
daftar pustaka :

Hs, Widjono. 2008. Bahasa Indonesia Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Jakarta: Grasindo
Diposkan oleh Gladys di 20:35

Minggu, 27 Maret 2011

Bahasa Indonesia Formal dan Non Formal

BAHASA INDONESIA
BERCIRI FORMAL DAN OBJEKTIF
Oleh: Imron Rosidi


Bahasa Indonesia yang digunakan dalam komunikasi ilmiah berciri formal. Hal itu berarti bahwa unsur-unsur bahasa Indonesia yang digunakan dalam bahasa Indonesia keilmuan adalah unsur-unsur bahasa yang berlaku dalam situasi formal atau resmi. Ciri formal itu tampak pada berbagai lapis unsur bahasa, kosa kata, bentukan kata, dan bentukan kalimat. Pada lapis kosa kata dapat ditemukan kata-kata yang berciri formal dan kata-kata yang berciri informal. Bagaimanakah bentuknya?

Kata Berciri Formal Kata Berciri Informal
korps korp
berkata bilang
buat bikin
hanya cuma, cuman
olahraga olah raga
beri kasih
ambles amblas
tidak ndak, enggak
daripada ketimbang
bagi buat
lepas copot
suku cadang onderdil

Ciri formal juga ditampakkan pada unsur bentukan kata. Bentukan kata tertentu menandai ciri formal. sementara bentukan kata yang lain menandai ciri informal sebagaimana tampak pada contoh-contoh berikut
Bentukan Kata Bentukan Kata
Berciri Formal Berciri Informal
bercerita cerita
berdagang dagang
bersedih sedih
bemyanyi nyanyi
ditemukan diketemukan
berpindah pindah
perajin pengrajin
mengelola ngelola
membantah mbantah
mendapatkan dapat
mencuci nyuci
melarang ngelarang
tertabrak ketabrak
terjatuh jatuh
terbentur kebentur
bertabrakan tabrakan
Contoh-contob tersebut menampakkan dua macam ciri bentukan kata berciri informal. Ciri pertama adalah tidak adanya unsur fomatif (afiks). Ciri kedua adalah tidak sempurnanya afiks pada kata bentukan. Ciri ketiga adalah hadirnya unsur formatif yang berasal dari bahasa donor (bahasa daerah)
Setelah orientasi bahasa donor beralih dari bahasa Belanda ke bahasa lnggris, bentukan kata dengan afiks -ir merupakan bentukan berciri informal, sedangkan bentukan dengan aifiks -isasi merupakan bentukan berciri formal. Perhalikan contoh-contoh berikut!
Bentukan Berciri Formal Bentukan Berciri Informal
legalisasi legalisir
lokalisasi lokalisir
Organisasi organisir
realisasi realisir
Kalimat yang berciri formal ditandai oleh beberapa ciri. Ciri pertama adalah kelengkapan unsur wajib sehingga memenuhi kelengkapan isi proposisi. Kalimat (1) berikut memenuhi persyaratan kelengkapan, sedangkan kalimat (2) tidak.
(1) Mocliono (l989) menyatakan bahwa bahasa ilmiah itu lugas dan eksak serta menghindari kesamaran dan ketaksaan dalam pengungkapan.
(2) Menurut Moeliono (1989) menyatakan bahwa bahasa ilmiah lugas I dan eksak serta menghindari kesamaran dan ketaksaan dalam pengungkapan.
Kalimat fragmentaris sebagaimana telah diuraikan di depan merupakan kalimat yang tidak memenuhi persyaratan kelengkapan unsur wajib.
Ciri kedua adalah ketepatan penggunaan kata fungsi atau kata tugas, yaitu kata yang berfungsi atau bertugas menandai fungsi dan hubungan unsur kalimat. Kata fungsi pada contoh (1) s.d. (5) digunakan secara tepat, sedangkan pada contoh (6) s.d. (10) digunakan secara tidak tepat.
(1) Setiap perguruan tinggi wajib melaksanakan pengabdian kepada masyarakat
(2) Penggunaan urea tablet ternyata lebih hemat daripada urea tabur
(3) Bagi petani daerah ini, saluran irigasi merupakan prasarana pertanian yang sangat berarti.
(4) Di lembaga tempat mahasiswa dididik tersedia fasilitas yang cukup untuk meningkatkan prestasi mahasiswa
(5) Gedung-gedung yang akan direnovasi masih digunakan untuk kegiatan akademik
(6) Setiap perguruan tinggi wajib melaksanakan pengabdian pada masyarakat
(7) Penggunaan urea tablet ternyata lebih hemat dari urea tabur
(8) Buat petani daerah ini, saluran irigasi merupakan prasarana pertanian yang sangat berarti.
(9) Di lembaga di mana mahasiswa dididik tersedia fasilitas guna meningkatkan prestasi mahasiswa.
(10) Gedung-gedung yang mana akan direnovasi masih digunakan untuk kegiatan akademik.
Ciri ketiga adalah isinya yang mantiki. Kalimat yang berciri formal berfungsi sebagai alat pengungkap penalaran. Kalimat yang mampu berfungsi sebagai alat pengungkap penalaran itu disebut kalimat bernalar. Berbeda dengan kalimat (1), kalimat (2) berikut telah mengungkapkan penalaran yang benar.
(1) Kedudukan pengajaran berbicara tidak sama dengan pokok bahasan lain, yaitu seperti pada membaca, kosa kata, struktur, pragmatik, maupun apresiasi bahasa dan sastra lndonesia.
(2) Kedudukan pengajaran berbicara tidak sama dengan kedudukan pengajaran yang lain: membaca, kosa kata, struktur, pragmatik, dan apresiasi bahasa dan sastra Indonesia.
Ciri keempat adalah tampilan esei formal. Ciri itu menuntut pengungkapan gagasan secara utuh dalam bentuk kalimat. Potongan-potongan gagasan dalam kalimat diintegrasikan secara langsung dalam kalimat Kalimat contoh (1) merupakan kalimat tampilan esei nonformal, sedangkan kalimat contoh (2) merupakan kalimat tampilan esei formal.
(1) Dongeng berdasarkan isinya dapat dibedakan:
-fabel
-legende
-mite
-sage
-penggeli hati.
(2) Dongeng berdasarkan isinya dapat dibedakan atas lima kategori, yakni fabel, legende, mite, sage, dan penggeli hati.
Tampilan esei formal tidak hanya ditampakkan pada tataan unsur-unsur kalimat, tetapi juga ditampakkan pada penempatan kalimat dalam konteks kalimat-kalimat yang lain dalam rangka membentuk teks. Tampilan kalimat pada (1) bukan tampilan esei formal, sedangkan tampilan kalimat pada (2) adalah tampilan esei formal.
(1) Dongeng berdasarkan isinya dapat dibedakan atas label, legende, mite, sage, dan penggeli hati.
Fabel adalah cerita tentang binatang yang dapat berkata-kata dan berpikir seperti manusia
Legende adalah cerita yang berhubungan dengan keajaiban alam.
Mite adalah cerita tentang dewa-dewi atau cerita yang berhubungan dengan kepercayaan.
Sage adalah cerita yang berisi kiasan atau ibarat yang di dalamnya terkandung ajaran hidup
Penggeli hati adalah cerita yang mengandung kelucuan-kelucuan atau perbuatan yang menggelikan.
(2) Dongeng berdasarkan isinya dapat dibedakan atas lima kategori, yakni fabel, legende. mite, sage, dan penggeli hati. Fabel adalah cerita tentang binatang yang dapat berkata- kata dan berpikir seperti manusia. Legenda adalah cerita yang berhubungan dengan keajaiban alam. Mite adalah cerita tentang dewa-dewi atau cerita yang berhubungan dengan kepercayaan. Sage adalah cerita yang berisi kiasan atau ibarat yang di dalamnya terkandung ajaran hidup. Penggeli hati adalah cerita yang mengandung kelucuan-kelucuan atau perbuatan yang menggelikan.
Bahasa Indonesia keilmuan merupakan alat pengungkap gagasan yang objektif. Sejalan dengan fungsinya itu, bahasa Indonesia keilmuan bersifat objektif Demi sifatnya yang objektif itu pula bahasa Indonesia keilmuan menggunakan gagasan sebagai pangkal tolak agar sudut pengungkapan secara dominan bertolak dari perihal (objek) yang sedang dibicarakan. Pengungkapan demikian itu menghasilkan paparan yang objektif.
Terwujudnya ciri objektif bahasa Indonesia keilmuan tidak cukup dengan hanya menempatkan gagasan sebagai pangkal tolak. Ciri objektif itu dapat diwujudkan dengan penggunaan kata dan struktur. Kata-kata yang menunjukkan ciri subjektif/emosional tidak digunakan. Hadirnya kata alangkah dan kiranya pada contoh (1) dan (2) berikut telah menimbulkan ciri subjektif/emosional. Ciri subjektif itu tidak ada pada contoh (3) dan (4).
(1) Contoh-contoh itu telah memberikan bukti alangkah besarnya peranan orangtua dalam pembentukan kepribadian anak.
(2) Dari uraian di atas kiranya dapat disimpulkan bahwa pengajaran berbicara di sekolah dasar tidak terpancang pada salah satu metode.
(3) Contoh-contoh itu telah memberikan bukti besarnya peranan orang tua dalam pembentukan kepribadian anak.
(4) Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengajaran berbicara di sekolah dasar tidak terpancang pada salah satu metode.
Kata-kata yang menunjukkan sikap ekstrem, seperti harus, wajib. pasti, dapat memberikan kesan emosional. Karena itu, penggunaan kata-kata yang menunjukkan sikap ekstrem itu perlu dihindairi. Contoh (1) dan (2) berikut masing-masing berciri subjektif/emosional dan objektif/rasional.
(1) Di antara etika yang harus ditanamkan kepada anak adalah mengambil makan dan minum dengan memakai tangan kanan, membaca basmalah untuk mamulai pekerjaan yang baik dan alhamdulillah untuk mengakhiri pekerjaan yang baik pula.
(2) Di antara etika yang ditanamkan kepada anak adalah mengambil makan dan minum dengan memakai tangan kanan, membaca basmalah untuk memulai pekerjaan yang baik dan alhamdulillah untuk mengakhiri pekerjaan yang baik pula.

Minggu, 20 Maret 2011

Penggunaan Tanda Baca

Tanda Titik (.)
Tanda titik digunakan untuk :
a. mengakhiri kalimat, yang bukan pertanyaan atau seruan.
Con : Adik shalat Magrib di masjid.
b. Menggakhiri nama orang yang dising kat. Con : R.A. Kartini
d. Mengakhiri singkatan
Con : Yth., dll., a.n.
d. memisahkan angka jam dan menit.
Con : pukul 04.30 WIB
e memisahkan bilangan yang menunju kan jumlah. Con : Lihat halaman 30.
f. Tidak dipakai dibelakang alamat. Con : Yth. Bapak Nana R. Hidayat
Jalan Karimun Jawa 20 No. 1
Aren Jaya - Bekasi Timur
Tanda Koma (,)
Tanda Koma digunakan untuk :
a. Memisahkan unsur-unsur dalam suatu perincian. Con : Ibu membeli baju gamis, sajadah, dan mukena
b. Memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. Con : Ibu bertanya, “Berapa harga gamis itu?”
c. Memisahkan tempat dan tanggal yang ditulis berurutan. Con : Subang, 16 Juli 2008.
d. Memisahkan nama orang dan gelar. Con : Utami Siswanti, S.T.
e. Memisahkan rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
Con : Rp 10.000,00
f. Memisahkan kalimat setara yang didahului dengna kata pertentanga, Con : Hilmy anak pintar, tetapi sombong.
g. Memisahkan anak kalimat dengan induk kalimat. Con : Jika saya ber puasa, Ibu memberikan hadiah buku.

Penulisan Huruf Kapital

Huruf capital digunakan sbb :
Huruf pertama pada awal kalimat.
Contoh : Aku pergi ke sekolah.
Huruf pertama pada petikan langsung.
Contoh : “ Tutup pintu itu!”perintah Nana.
Huruf pertama unsur-unsur nama orang.
Contoh : Anna Satriavi
Huruf pertama nama gelar, kehormatan,keturunan, keagamaan, jabatan, dan pangkat yang diikuti nama orang.
Contoh : Haji Abdurrahman
Huruf pertama unsur nama gelar, pangkat dan sapaan.
Contoh : Dr. Syarif Hidayat
Huruf pertama nama tempat atau geografi.
Contoh : Desa Sirap
Huruf pertama nama suku bangsa, bangsa, dan bahasa.
Contoh : bahasa Sunda
Huruf pertama nama hari, bulan, tahun, hari raya, peristiwa bersejarah.
Contoh : bulan Ramadhan
Huruf pertama unsur nama Negara, lembaga pemerintah, dokumen resmi Negara.
Contoh : Dewan Perwakilan Rakyat
Huruf pertama nama buku, majalaj, surat kabar.
Contoh : Ayah membaca surat kabar harian Republika.
Huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang dipakai penyapaan.
Contoh : Liburan kemarin kami diajak Kakek ke daerah pegunungan.
Huruf pertama dalam ungkapan keagamaan, kitab suci, dan nama Tuhan Contoh : Agama Islam

Karya Sastra

Prosa Lama :
1. Legenda adalah dongeng yang isinya dikaitkan dengan kejadian alam. Contohnya : Sangkuriang. Asal usul Danau Toba. Dll.
2. Mitos adalah dongeng tentang dewa-dewi. Contoh : Nyi Roro Kidul.
3. Fabel adalah dongeng tentang binatang. Contoh Si Kancil dan Buaya.
4. Sage adalah dongeng yang mengandung unsur sejarah. Contoh : Berdirinya Kota Mojopahit.
Prosa baru :
Novel adalah prosa yang menceritakan kehidupan seorang tokoh yang mengakibatkan perubahan nasib. Con : Harry Potter : JK Rowling.
Cerpen adalah prosa yang menceritakan tokoh dalam satu sisi. Con : Robohnya Surau kami.

Jenis-jenis Kata

kata baku dan tidak baku
Con : apotek (baku)
apotik (tdk baku)
Urutan kata sesuai alphabet. Con : Ayam, Bebek, Cicak, Domba ….Zebra
Kata Depan (preposisi)
Contoh : di Bekasi, ke sekolah, dari masjid
Kata Ganti . Con : Saya, kamu, kalian, dia, mereka, kami dll
Kata Hubung
Con : sebelum, sesudah, ketika, jika, apabila, andaikan, karena, meskipun, walaupun.
Kata Ulang
anak-anak, lauk-pauk, mobil-mobilan.
Kata Serapan
complex = komplek
Makna Kata
Sinonim (persamaan kata)
Antonim (lawan kata)
Bentuk Kata
a. homonim
b. homofon
c. homograf
Singkatan
Akronim (kepanjangan)
Majas

Klausa Perluasan

Klausa Perluasan
Contoh kalimat Kompleks
Kalimat Sederhana :
Baharudin Lopa telah wafat di Mekah.
Baharudin Lopa Kepala Jaksa Agung pada masa Pemerintahan Gusdur telah wafat di Tanah Suci Mekah.
Baharudin Lopa, seorang pengacara senior, telah wafat di Kota Mekah tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Baharudin Lopa, seorang putra Makasar itu, telah wafat di kota Mekah tempat orang Islam naik haji.

Tataran Bahasa (Kebahasaan)

Tataran bahasa atau Linguistik adalah tingkatan kajian dalam kebahasaan. Terbagi sebagai berikut :
Fonologi ( tidak bermakna tetapi berfungsi pembeda arti) :
a. Fonem
b. Suku Kata
Morfologi (bermakna) :
a. Morpem
b. Kata
c. Frase
Sintaksis (sebagian bermakna) :
a. Klausa
b. Kalimat
c. Paragraf
Semantik
a. Wacana

Imbuhan :
Prefiks ( Awalan )
Infiks ( Sisipan )
Sufiks ( Akhiran )
Gabungan ( konfiks)
Simulfiks Makna Imbuhan :
1. Menyatakan Benefaktif : menyampaikan tindakan untuk orang lain.
Con : menaikan, membukakan
2. Menyatakan Frekuentatif (pengulangan) Con : mengangguk-angguk, melambai-lambai.
3. Menyatakan Resiprokal (timbale balik) Con : Bersalaman, berpegangan, berdampingan.
4. Menyatakan Kausatif (membuat jadi) Con : memperluas, memperindah.
5. Menyatakan Superlatif ( menyatakan paling) Con : tercantik, terpandai.

Kalimat Sederhana (Kalimat yang hanya meiliki 2 unsur kata dalam kalimat. ( S + P)
5 Pola Kalimat sederhana :
Kalimat Nominal : KB + KK
Con : Ibunya Guru
Kalimat Verbal : KB + KK
Con : Adik merengek
Kalimat Ajektival : KB + KS
Con : Muridnya pintar
Kalimat Numeralia : KB + K Bil
Con : Bukunya empat
Kalimat Adverbial : KB + K Ket
Con : Matanya bulat

Senin, 14 Maret 2011

SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA

A.PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA SEBELUM MERDEKA
Pada dasarnya bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa perhubung antar suku di nusantara dan sebagai bahasa yang digunakan dalam perdagangan antara pedagang dari dalam nusantara dan dari luar nusantara.

Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu tampak lebih jelas dari berbagai peninggalan – peninggalan, misalnya :
.Tulisan yang terdapat pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh pada tahun 1380 M.
.Prasasti Kedukan Bukit, di Palembang, pada tahun 683.
.Prasasti Talang Tuo, di Palembang, pada tahun 684.
.Prasasti Kota Kapur, di Bangka Barat, pada tahun 686.
.Prasasti Karang Brahi Bangko, Merangi, Jambi, pada tahun 688.

Bahasa Melayu menyebar ke pelosok nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah nusantara, serta makin berkembang dan bertambah kokoh keberadaannya karena bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat nusantara sebagai bahasa perhubungan antar pulau, antar suku, antar pedagang, antar bangsa dan antar kerajaan.

Perkembangan bahasa Melayu di wilayah nusantara mempengaruhi dan mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan rasa persatuan bangsa Indonesia, oleh karena itu para pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia menjadi bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia (Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928)

B.PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA SESUDAH MERDEKA
Bahasa Indonesia lahir pada tanggal 28 Oktober 1928. Pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok nusantara berkumpul dalam rapat, para pemuda berikrar:
1.Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
2.Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
3.Kami putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Ikrar para pemuda ini dikenal dengan nama “Sumpah Pemuda”.

Unsur yang ketiga dari “Sumpah Pemuda” merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Pada tahun 1928 bahasa Indonesia dikokohkan kedudukannya sebagai bahasa nasional.

Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada tanggal 18 Agustus 1945, karena pada saat itu Undang – Undang Dasar 1945 di sahkan sebagai Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Di dalam UUD 1945 disebutkan bahwa “Bahasa Negara Adalah Bahasa Indonesia” (Bab XV, Pasal 36)

Prolamasi kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, telah mengkukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia.

C.PERANAN BAHASA INDONESIA
Peranan bahasa bagi bangsa Indonesia adalah bahasa merupakan sarana utama untuk berpikir dan bernalar, seperti yang telah dikemukakan bahwa manusia berpikir tidak hanya dengan otak. Dengan bahasa ini pula manusia menyampaikan hasil pemikiran dan penalaran, sikap, serta perasannya. Bahasa juga berperan sebagai alat penerus dan pengembang kebudayaan. Melalui bahasa nilai – nilai dalam masyarakat dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya.

Di dalam suatu masyarakat, bahasa mempunyai suatu peranan yang penting dalam mempersatukan anggotanya. Sekelompok manusia yang menggunakan bahasa yang sama akan merasakan adanya ikatan batin di antara sesamanya.

Back to: Kuliah Bahasa Indonesia

Posted By Ade

STRUKTUR KARANGAN ILMIAH

STRUKTUR KARANGAN ILMIAH

Sebuah kerangka karangan mengandung rencana kerja, memuat ketentuan ketentuan pokok bagaimana suatu topik harus di perinci dan di kembangkan. Kerangka karangan menjamin suatu penyusunan yang logis dan teratur, serta memungkinkan seorang penulis membedakan gagasan-gagasan utama dari gagasan gagasan tambahan. Sebuah kerangka karangan tidak boleh diperlakukan sebagai suatu pedoman yang kaku, tetapi selalu dapat mengalami perubahan dan perbaikan untuk mencapai suatu bentuk yang semakin lebih sempurna. Kerangka karangan dapat berbentuk catatan catatan sederhana, tetapi dapat juga berbentuk mendetil, dan di garap dengan sangat cermat .

Secara singkat dapat di katakan kerangka karangan adalah suatu rencana kerja yang memuat garis garis besar dari suatu karangan yang akan di garap .

MANFAAT KERANGKA KARANGAN
Mengapa metode ini sangat di anjurkan kepada para penulis, terutama kepada mereka yang baru mulai menulis ? Karena metode ini akan membantu setiap penulis untuk menghindari kesalahan- kesalahan yang tidak perlu dilakukan atau secara terperinci dapat dikatakan bahwa outline atau kerangka karangan dapat membantu penulis dalam hal – hal berikut :
1.Untuk menyusun karangan secara teratur .
2.Memudahkan penulis menciptakan klimaks yang berbeda – beda .
3.Menghindari penggarapan sebuah topik sampai dua kali atau lebih .
4.Memudahkan penulis untuk mencari materi pembantu .

Kerangka karangan merupakan miniatur atau dari sebuah karangan. Dalam bentuk miniatur ini karangan tersebut dapat diteliti, di analisis, dan dipertimbangkan secara menyeluruh, bukan secara terlepas – lepas.
Dengan demikian : tesis / pengungkapan maksud = kerangka karangan = karangan = ringkasan .

PENYUSUNAN KERANGKA KARANGAN
Langkah – langkah sebagai tuntunan yang harus di ikuti adalah sebagai berikut :
1.Rumuskan tema
2.Mengadakan inventarisasi topik – topik bawahan yang dianggap merupakan perincian dari tesis atau pengungkapan maksud tadi .
3.Penulis berusaha mengadakan evaluasi semua topik yang telah tercatat pada langkah kedua di atas .
4.Untuk mendapatkan sebuah kerangka karangan yang sangat terperinci maka langkah kedua dan ketiga di kerjakan berulang – ulang untuk menyusun topik – topik yang lebih rendah tingkatannya .
5.Menentukan sebuah pola susunan yang paling cocok untuk mengurutkan semua perincian dari tesis atau pengungkapan maksud sebagai yang telah di peroleh dengan mempergunakan semua langkah di atas.

POLA SUSUNAN KERANGKA KARANGAN
Pola susunan yang paling utama adalah pola alamiah dan pola logis .

Pola Alamiah
Susunan atau pola alamiah adalah suatu urutan unit – unit kerangka karangan sesuai dengan keadaan yang nyata di alam. Sebab itu susunan alamiah dapat dibagi lagi menjadi tiga bagian utama, yaitu urutan berdasarkan waktu ( urutan kronologis ), urutan berdasarkan ruang ( urutan spasial ), dan urutan berdasarkan topik yang sudah ada .

a. Urutan Waktu ( kronologis )
Urutan waktu atau urutan kronologis adalah urutan yang di dasarkan pada runtunan peristiwa atau tahap – tahap kejadian . Yang paling mudah dalam urutan ini adalah mengurutkan peristiwa menurut kejadiannya atau berdasarkan kronologinya.

Suatu corak lain dari urutan kronologis yang sering di pergunakan dalam roman, novel, cerpen, dan dalam bentuk karangan naratif lainnya, adalah suatu variasi yang mulai dengan suatu titik yang menegangkan, kemudian mengadakan sorot balik sejak awal mula perkembangan hingga titik yang menegangkan tadi .

Urutan kronologis adalah urutan yang paling umum, tetapi juga merupakan satu – satunya cara yang kurang menarik dan paling lemah .

b. Urutan Ruang ( Spasial )
Urutan ruang atau urutan spasial menjadi landasan yang paling penting, bila topik yang di uraikan mempunyai pertalian yang sangat erat dengan ruang atau tempat . Urutan ini terutama di gunakan dalam tulisan – tulisan yang bersifat deskriptif .

c. Topik yang ada
Suatu pola peralihan yang dapat di masukkan dalam pola alamiah adalah urutan berdasarkan topik yang ada . Suatu barang, hal, atau peristiwa suadh di kenal dengan bagian – bagian tertentu . Untuk menggambarkan hal tersebut secara lengkap, mau tidak mau bagian – bagian itu harus di jelaskan berturut – turut dalam karangan itu, tanpa mempersoalkan bagian mana lebih penting dari lainnya, tanpa memberi tanggapan atas bagian – bagiannya itu .

Pola Logis
Tanggapan yang sesuai dengan jalan pikiran untuk menemukan landasan bagi setiap persoalan, mampu di tuang dalam suatu susunan atau urutan logis . Urutan logis sama sekali tidak ada hubungan dengan suatu ciri yang inheren dalam materinya, tetapi erat dengan tanggapan penulis .

Macam – macam urutan logis yang dikenal :
Urutan Klimaks dan Anti Klimaks
Urutan ini timbul sebagai tanggapan penulis yang berpendirian bahwa posisi tertentu dari suatu rangkaian merupakan posisi yang paling tinggi kedudukannya atau yang paling menonjol . Bila posisi yang paling penting itu berada pada akhir rangkaian maka urutan ini di sebut klimaks . Dalam urutan klimaks pengarang menyusun bagian – bagian dari topik itu dalam suatu urutan yang semakin meningkat kepentingannya, dari yang paling rendah kepentingannya, bertingkat – tingkat naik hingga mencapai ledakan pada akhir rangkaian .

Urutan yang merupakan kebalikan dari klimaks adalah anti klimaks . Penulis mulai suatu yang paling penting dari suatu rangkaian dan berangsur – angsur menuju kepada suatu topik yang paling rendah kedudukan atau kepentingannya .

Urutan Kausal
Urutan kausal mencakup dua pola yaitu urutan dari sebab ke akibat, dan urutan akibat ke sebab . Pada pola pertama suatu masalah di anggap sebagai sebab, yang kemudian di lanjutkan dengan perincian – perincian yang menelusuri akibat – akibat yang mungkin terjadi. Urutan ini sangat efektif dalam penulisan sejarah atau dalam membicarakan persoalan – persoalan yang di hadapi umat manusia pada umumnya .

Sebaliknya, bila suatu masalah di anggap sebagai akibat, yang di landaskan dengan perincian – perincian yang berusaha mencari sebab – sebab yang menimbulkan masalah tadi, maka urutannya merupakan akibat sebab .

Urutan Pemecahan Masalah
Urutan pemecahan masalah di mulai dari suatu masalah tertentu, kemudian bergerak menuju kesimpulan umum atau pemecahan atas masalah tersebut . Sekurang – kurangnya uraian yang mempergunakan landasan pemecahan masalah terdiri dari tiga bagian utama, yaitu deskripsi mengenai peristiwa atau persoalan tadi, dan akhirnya alternative – alternative untuk jalan keluar dari masalah yang di hadapi tersebut .

Dengan demikian untuk memecahkan masalah tersebut secara tuntas, penulis harus benar – benar menemukan semua sebab baik yang langsung maupun yang tidak langsung bertalian dengan masalah tadi . Setiap masalah tersebut tidak bisa hanya terbatas pada penemuan sebab – sebab, tetapi juga harus menemukan semua akibat baik yang langsung maupun yang tidak langsung, yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi kelak .

Urutan Umum – Khusus
Urutan umum – khusus terdiri dari dua corak yaitu dari umum ke khusus, atau dari khusus ke umum .

Urutan yang bergerak dari umum ke khusus pertama – tama memperkenalkan kelompok – kelompok yang paling besar atau yang paling umum, kemudian menelusuri kelompok – kelompok khusus atau kecil .

Urutan khusus – umum merupakan kebalikan dari urutan di atas. Penulis mulai uraiannya mengenai hal – hal yang khusus kemudian meningkat kepada hal – hal yang umum yang mencakup hal – hal yang khusus tadi, atau mulai membicarakan individu – individu kemudian kelompok – kelompok . Urutan ini merupakan salah satu urutan yang paling lazim dalam corak berpikir manusia .

Urutan umum – khusus dapat mengandunug implikasi bahwa hal yang umum sudah di ketahui penulis, sedangkan tugasnya adalah mengadakan identifikasi sejauh mana hal – hal yang khusus mengikuti pola umum tadi . Sebaliknya urutan khusus – umum dapat mengandung implikasi bahwa hal khusus maupun umum sama sekali belum di ketahui . Urutan umum – khusus ini sebenarnya dapat mencakup pula urutan sebab – akibat, klimaks, pemecahan masalah . Atau dapat pula mengambil bentuk klasifikasi, atau ilustrasi . Dalam ilustrasi mula – mula di kemukakan suatu pernyataan yang umum, kemudian di ajukan penjelasan – penjelasan dan bila perlu di kemukakan ilustrasi – ilustrasi yang dapat berbentuk contoh, atau perbandingan dan pertentangan.

Urutan familiaritas
Urutan familiaritas dimulai dengan mengemukakan sesuatu yang sudah di kenal, kemudian berangsur – angsur pindah kepada hal – hal yang kurang di kenal atau belum di kenal. Dalam keadaan – keadaan tertentu cara ini misalnya di terapkan dengan mempergunakan analogi.

Urutan akseptabilitas
Urutan akseptabilitas mirip dengan urutan familiaritas. Bila urutan familiaritas mempersoalkan apakah suatu barang atau hal sudah di kenal atau tidak oleh pembaca, maka urutan akseptabilitas mempersoalkan apakah suatu gagasan di terima atau tidak oleh para pembaca, apakah suatu pendapat di setujui atau tidak oleh para pembaca.

Suatu hal yang perlu di tegaskan di sini sebelum melangkah kepada persoalan yang lain, adalah bahwa tidak ada keharusan untuk mempergunakan pola kerangka karangan yang sama dalam seluruh karangan. Konsistensi harus terletak dalam tingkatan serta satuan yang sama. Misalnya bila pada topik – topik utama telah di pergunakan urutan waktu ( kronologis ), maka pengarang harus menjaga agar hanya topik – topik yang mengandung urutan waktu saja yang dapat di sajikan dalam topik utamanya. Satuan – satuan topik bawahan dapat mempergunakan urutan lain sesuai dengan kebutuhannya.

MACAM-MACAM KERANGKA KARANGAN
Macam – macam kerangka karangan tergantung dari dua parameter yaitu : berdasarkan sifat perinciannya, dan kedua berdasarkan perumusan teksnya.

Berdasarkan Perincian
Berdasarkan perincian yang di lakukan pada suatu kerangka karangan, maka dapat di bedakan kerangka karangan sementara ( informal ) dan kerangka karangan formal.

Kerangka Karangan Sementara
Kerangka karangan sementara atau informal merupakan suatu alat bantu, sebuah penuntun bagi suatu tulisan yang terarah. Sekaligus ia menjadi dasar untuk penelitian kembali guna mengadakan perombakan – perombakan yang di anggap perlu. Karena kerangka karangan ini hanya bersifat sementara, maka tidak perlu di susun secara terperinci. Tetapi, karena ia juga merupakan sebuah kerangka karangan, maka ia harus memungkinkan pengarangnya menggarap persoalannya secara dinamis, sehingga perhatian harus di curahkan sepenuhnya pada penyusunan kalimat – kalimat, alinea – alinea atau bagian – bagian tanpa mempersoalkan lagi bagaimana susunan karangannya, atau bagaimana susunan bagian – bagiannya.

Kerangka karangan informal ( sementara ) biasanya hanya terdiri dari tesis dan pokok – pokok utama, paling tinggi dua tingkat perincian. Alasan untuk menggarap sebuah kerangka karangan semntara dapat berupa topik yang tidak kompleks, atau karena penulis segera menggarap karangan itu.

Kerangka Karangan Formal
Kerangka karangan yang bersifat formal biasanya timbul dari pertimbangan bahwa topik yang akan di garap bersifat sangat kompleks, atau suatu topik yang sederhana tetapi penulis tidak bermaksud untuk segera menggarapnya.

Proses perencanaan sebuah kerangka formal mengikuti prosedur yang sama seperti kerangka informal. Tesisnya di rumuskan dengan cermat dan tepat, kemudian di pecah – pecah menjadi bagian – bagian bawahan ( sub – ordinasi ) yang di kembangkan untuk menjelaskan gagasan sentralnya. Tiap sub – bagian dapat di perinci lebih lanjut menjadi bagian – bagian yang lebih kecil. Sejauh di perlukan untuk menguraikan persoalan itu sejelas – jelasnya. Dengan perincian yang sekian banyak, sebuah kerangka karangan dapat mencapai lima atau tiga tingkat perincian sudah dapat di sebut kerangka formal.

Supaya tingkatan – tingkatan yang ada jelas kelihatan hubungannya satu sama lain, maka di pergunakan pula simbol – simbol dan tipografi yang konsisten bagi tingkatan yang sederajat. Pokok – pokok utama yang merupakan perincian langsung dari tesis di tandai dengan angka – angka Romawi : I, II, III, IV, dst. Tiap topik utama ( Tingkat I ) dapat di perinci menjadi topik tingkat II, yang dalam hal ini di tandai dengan huruf – huruf capital : A, B, C, D, dst. Topik tingkat II dapat di perinci masing – masingnya menjadi topik tingkat III yang di tandai dengan angka : 1, 2, 3, 4, 5 dst. Pokok bawahan tingkat IV di tandai dengan : a, b, c, d, dst., pokok tingkat lima di tandai dengan ( 1 ), ( 2 ), ( 3 ), dst. Sedangkan pokok bawahan tingkat VI, kalau ada, akan di tandai dengan huruf kecil dalam kurung ( a ), ( b ), ( c ), ( d ), dst. Tanda – tanda itu harus di tempatkan sekian macam sehingga mudah di lihat, misalnya seperti bagan di bawah ini

TESIS : ………………………………………………………………………….

PENDAHULUAN ………………………………………………………………

I. ……………………………………………………………………………….

A. ……………………………………………………………………………

1.………………………………………………………………………….

a. ……………………………………………………………………………

( 1 ) ……………………………………………………………………

( 2 ) ……………………………………………………………………

b.……………………………………………………………………….

( 1 ) ……………………………………………………………………

( 2 ) ……………………………………………………………………

2.………………………………………………………………………….

a.………………………………………………………………………..

( 1 )…………………………………………………………………….

( 2 ) ……………………………………………………………………

b.………………………………………………………………………..

B. ……………………………………………………………………………

1.………………………………………………………………………….

a.………………………………………………………………………..

( 1 ) ……………………………………………………………………

( 2 ) …………………………………………………………………….

b.………………………………………………………………………..

2.………………………………………………………………………….

a.………………………………………………………………………..

b.………………………………………………………………………..

( 1 ) ……………………………………………………………………

( 2 ) ………………………………………………………………………………

c.…………………………………………………………………………

II.……………………………………………………………………………..

dst.

III.…………………………………………………………………………….

dst.

Berdasarkan Perumusan teksnya

Sesuai dengan cara merumuskan teks dalam tiap unit dalam sebuah kerangka karangan, maka dapat di bedakan kerangka karangan atas kerangka karangan kalimat dan kerangka karangan topik.

Kerangka Kalimat
Kerangka kalimat mempergunakan kalimat berita yang lengkap untuk merumuskan tiap unit, baik untuk merumuskan tesis maupun untuk merumuskan unit – unit utama dan unit – unit bawahannya. Perumusan tesis dapat mempergunakan kalimat majemuk bertingkat, sebaliknya untuk merumuskan tiap unit hanya boleh mempergunakan kalimat tunggal. Penggunaan kerangka kalimat mempunyai beberapa manfaat antara lain :

1.Memaksa penulis untuk merumuskan dengan tepat topic yang akan di uraikan.
2.Perumusan topic – topic dalam unit akan tetap jelas, walaupun telah lewat bertahun-tahun.
3.Kalimat yang di rumuskan dengan baik dan cermat akan jelas bagi siapa pun, seperti bagi pengarangnya sendiri.

Kerangka Topik
Kerangka topic di mulai dengan perumusan tesis dalam sebuah kalimat yang lengkap. Sesudah itu semua pokok, baik pokok – pokok utama maupun pokok – pokok bawahan, di rumuskan dengan mencantumkan topiknya saja, dengan tidak mempergunakan kalimat yang lengkap. Kerangka topic di rumuskan dengan mempergunakan kata atau frasa. Sebab itu kerangka topic tidak begitu jelas dan cermat seperti kerangka kalimat. Kerangka topic manfaatnya kurang bila di bandingkan dengan kerangka kalimat, terutama jika tenggang waktu antara perencanaan kerangka karangan itu dengan penggarapannya cukup lama.

Kerangka topik mengikuti persyaratan yang sama seperti sebuah kerangka kalimat, misalnya dalam pembagiannya, penggunaan simbol, sub – ordinasinya, dan sebagainya.

SYARAT - SYARAT KERANGKA YANG BAIK
Terlepas dari besar – kecilnya kerangka karangan yang di buat, tiap kerangka karangan yang baik harus memenuhi persyaratan – persyaratan berikut :

1.Tesis atau Pengungkapan maksud harus jelas
Tesis atau pengungkapan maksud merupakan tema dari kerangka karangan yang akan di garap. Sebab itu perumusan tesis atau pengungkapan maksud harus di rumuskan dengan jelas dalam struktur kalimat yang baik, jelas menampilkan topic mana yang di jadikan landasan uraian dan tujuan mana yang akan di capai oleh landasan tadi. Tesis atau pengungkapan maksud yang akan mengarahkan kerangka karangan itu.

2.Tiap unit dalam kerangka karangan hanya mengandung satu gagasan
Karena tiap unit dalam kerangka karangan, baik unit atasan maupun unit bawahan, tidak boleh mengandung lebih dari satu gagasan pokok, maka akibatnya tidak boleh ada unit yang di rumuskan dalam dua kalimat, atau dalam kalimat majemuk setara, atau kalimat majemuk bertingkat, atau dalam frasa koordinatif. Bila ada dua atau tiga pokok di masukkan bersama – sama dalam satu simbol yang sama, maka hubungan strukturnya tidak akan tampak jelas. Bila terjadi hal yang demikian maka unit itu harus segera di revisi. Bila kedua gagasan itu berada dalam keadaan setara, maka masing – masingnya harus di tempatkan dalam urutan simbol yang sama derajatnya. Bila terdapat gagasan – gagasan yang tidak setara, maka ide – ide yang berbeda tingkatnya itu harus di tempatkan dalam simbol – simbol yang berlainan derajatnya.

Pokok – pokok dalam kerangka karangan harus di susun secara logis
Kerangka karangan yang di susun secara logis dan teratur mempersoalkan tiga hal, yaitu :

(1) apakah tiap unit yang lebih tinggi telah di perinci secara maksimal
(2) apakah tiap perincian mempunyai hubungan langsung dengan unit atasan langsungnya
(3) apakah urutan perincian itu sudah baik dan teratur

Harus Mempergunakan Pasangan Simbol Yang Konsisten
Penggunaan pasangan simbol yang konsisten mencakup dua hal yaitu pemakaian angka dan huruf sebagai penanda tingkatan dan urutan unit – unitnya, tipografi yaitu penempatan angka dan huruf penanda tingkatan dan teks dari tiap unit kerangka karangan.

Pemakaian angka dan huruf sebagai penanda tingkatan dan urutan unit – unit kerangka karangan biasanya mengikuti konvensi berikut :
(1) Angka Romawi : I, II, III, IV, dsb. Di pakai untuk Tingkatan pertama.
(2) Huruf Kapital : A, B, C, D, dsb. Di pakai untuk Tingkat ke dua.
(3) Angka Arab : 1, 2, 3, 4, dsb. Di pakai untuk menandai Tingkat ke tiga.
(4) Huruf Kecil : a, b, c, d, e, dsb. Di pakai untuk menandai tingkat ke empat.
(5) Angka Arab dalam kurung : (1), (2), (3), (4), dsb. Di pakai untuk menandai tingkat ke lima.
(6) Huruf kecil dalam kurung : (a), (b), (c), (d), dsb. Di pakai untuk menandai tingkatan ke enam.

Sebaliknya konvensi yang menyangkut tipografi adalah : semakin penting atau tinggi sebuah unit, semakin ke kiri tempatnya. Semakin berkurang kepentingan unitnya, semakin ke kanan tempatnya.

Namun ada satu hal yang tidak boleh di lakukan yaitu merubah nilai simbol – simbol itu di tengah – tengah kerangka karangan. Pokok – pokok yang memiliki kepentingan atau tingkatan yang sama harus mempergunakan simbol yang sama, sedangkan pokok – pokok yang berbeda kepentingannya tidak boleh mempergunakan simbol tadi.

Back to: Kuliah Bahasa Indonesia

Posted By Ade

MENENTUKAN JENIS TULISAN

MENENTUKAN JENIS TULISAN DALAM KARANGAN NARASI, DESKRIPSI, EKSPOSISI, DAN ARGUMENTASI

1.NARASI
Narasi adalah cerita yang didasarkan pada urut-urutan suatu kejadian atau peristiwa. Narasi dapat berisi fakta, misalnya biografi (riwayat seseorang), otobiografi/riwayat hidup seseorang yang ditulisnya sendiri, atau kisah pengalaman. Narasi seperti ini disebut dengan narasi ekspositoris. Narasi bisa juga berisi cerita khayal/fiksi atau rekaan seperti yang biasanya terdapat pada cerita novel atau cerpen. Narasi ini disebut dengan narasi imajinatif.

Unsur-unsur penting dalam sebuah narasi adalah:
(1) kejadian.
(2) tokoh.
(3) konflik.
(4) alur/plot.
(5) latar yang terdiri atas latar waktu, tempat, dan suasana.

Narasi diuraikan dalam bentuk penceritaan yang ditandai oleh adanya uraian secara kronologis (urutan waktu). Penggunaan kata hubung yang menyatakan waktu atau urutan, seperti lalu, selanjutnya, keesokan harinya, atau setahun kemudian kerap dipergunakan.

Tahapan menulis narasi, yaitu sebagai berikut.
(1) Menentukan tema cerita
(2) Menentukan tujuan
(3) Mendaftarkan topik atau gagasan pokok
(4) Menyusun gagasan pokok menjadi kerangka karangan secara kronologis atau urutan waktu.
(5) Mengembangkan kerangka menjadi karangan. Kerangka karangan yang bersifat naratif dapat dikembangkan dengan pola urutan waktu. Penyajian berdasarkan urutan waktu adalah urutan yang didasarkan pada tahapan-tahapan peristiwa atau kejadian. Pola urutan waktu ini sering digunakan pada cerpen, novel, roman, kisah perjalanan, cerita sejarah, dan sebagainya.

2.DESKRIPSI
Kata deskripsi berasal dari bahasa latin discribe yang berarti gambaran, perincian, atau pembeberan. Deskripsi adalah karangan yang menggambarkan suatu objek berdasarkan hasil pengamatan, perasaan dan pengalaman penulisnya. Tujuannya adalah pembaca memperoleh kesan atau citraan sesuai dengan pengamatan, perasaan, dan pengalaman penulis sehingga seolah-olah pembaca yang melihat, merasakan, dan mengalami sendiri obyek tersebut. Untuk mencapai kesan yang sempurna, penulis deskripsi merinci objek dengan kesan, fakta, dan citraan.

Dilihat dari sifat objeknya, deskripsi dibedakan atas 2 macam, yaitu
a. Deskripsi Imajinatif/Impresionis ialah deskripsi yang menggambarkan objek benda sesuai kesan/imajinasi si penulis.
b. Deskripsi faktual/ekspositoris ialah deskripsi yang menggambarkan objek berdasarkan urutan logika atau fakta-fakta yang dilihat. Kita dapat membuat karangan deskripsi secara tidak langsung, yaitu dengan mengamati informasi dalam bentuk nonverbal berupa gambar, grafik, diagram, dan lain-lain. Apa saja yang tergambarkan dalam bentuk visual tersebut dapat menjadi bahan atau fakta yang akurat untuk dipaparkan dalam karangan deskripsi karena unsur dasar karangan ini adalah pengamatan terhadap suatu objek yang dapat dilihat atau dirasakan.

Tahapan menulis karangan deskripsi, yaitu:
(1) menentukan objek pengamatan
(2) menentukan tujuan
(3) mengadakan pengamatan dan mengumpulkan bahan
(4) menyusun kerangka karangan
(5) mengembangkan kerangka menjadi karangan.

Pengembangan kerangka karangan bercorak deskriptif dapat berupa penyajian parsial atau tempat. Penyajian urutan ini digunakan bagi karangan yang mempunyai pertalian sangat erat dengan ruang atau tempat. Biasanya bentuk karangannya deskriptif. Pola uraiannya berangkat dari satu titik lalu bergerak ke tempat lain, umpamanya dari kiri ke kanan, atas ke bawah, atau depan ke belakang.

3.EKSPOSISI
Kata eksposisi berasal dari bahasa Latin exponere yang berarti: memamerkan, menjelaskan, atau menguraikan. Karangan eksposisi adalah
karangan yang memaparkan atau menjelaskan secara terperinci (memaparkan) sesuatu dengan tujuan memberikan informasi dan memperluas pengetahuan kepada pembacanya. Karangan eksposisi biasanya digunakan pada karya-karya ilmiah seperti artikel ilmiah, makalah-makalah untuk seminar, simposium, atau penataran.

Untuk mendukung akurasi pemaparannya, sering pengarang eksposisi menyertakan bentuk-bentuk nonverbal seperti grafik, diagram, tabel, atau bagan dalam karangannya. Pemaparan dalam eksposisi dapat berbentuk uraian proses, tahapan, cara kerja, dan sebagainya dengan pola pengembangan ilustrasi, definisi, dan klasifikasi.

Karangan eksposisi juga dapat ditulis berdasarkan fakta suatu peristiwa, misalnya, kejadian bencana alam, kecelakaan, atau sejenis liputan berita. Meskipun bentuk karangannya cenderung narasi, namun kita dapat membuatnya menjadi bentuk paparan dengan memusatkan uraian pada tahapan, atau cara kerja, misalnya cara menanggulangi penyebaran virus flu furung, mengantisipasi wabah DBD dengan 3 M, atau evakuasi korban banjir.

Tahapan menulis karangan eksposisi, yaitu:
(1) Menentukan objek pengamatan,
(2) Menentukan tujuan dan pola penyajian eksposisi,
(3) Mengumpulkan data atau bahan,
(4) Menyusun kerangka karangan, dan
(5) Mengembangkan kerangka menjadi karangan.

Pengembangan kerangka karangan berbentuk eksposisi dapat berpola penyajian berikut:
1). Urutan topik yang ada
Pola urutan ini berkaitan dengan penyebutan bagian-bagian suatu benda, hal atau peristiwa tanpa memproritaskan bagian mana yang terpenting. Semua bagian dianggap bernilai sama.
2). Urutan klimaks dan antiklimaks
Pola penyajian dimulai dari hal yang mudah/yang sederhana menuju ke hal yang makin penting atau puncak peristiwa dan sebaliknya untuk anti-klimaks.

Seperti halnya karangan deskripsi, karangan eksposisi pun sering dibuat berdasarkan gambar, bagan, tabel, matriks, dan sejenisnya. Penyajian bentuk-bentuk nonverbal tersebut bisa dimaksudkan sebagai objek untuk dijelaskan, tetapi juga bisa sebgai alat bantu untk mengkonkret penjelasan.

4. ARGUMENTASI
Karangan argumentasi ialah karangan yang berisi pendapat, sikap, atau penilaian terhadap suatu hal yang disertai dengan alasan, bukti-bukti, dan pernyataan-pernyataan yang logis. Tujuan karangan argumentasi adalah berusaha meyakinkan pembaca akan kebenaran pendapat pengarang. Karangan argumentasi dapat juga berisi tanggapan atau sanggahan terhadap suatu pendapat dengan memaparkan alasan-alasan yang rasional dan logis.

Tahapan menulis karangan argumentasi, sebagai berikut:
(1) Menentukan tema atau topik permasalahan,
(2) Merumuskan tujuan penulisan,
(3) Mengumpulkan data atau bahan berupa: bukti-bukti, fakta, atau pernyataan yang mendukung,
(4) Menyusun kerangka karangan, dan
(5) Mengembangkan kerangka menjadi karangan.

Pengembangan kerangka karangan argumentasi dapat berpola sebab-akibat, akibat-sebab, atau pola pemecahan masalah.
1). Sebab-akibatt
Pola urutan ini bermula dari topik/gagasan yang menjadi sebab berlanjut topik/gagasan yang menjadi akibat.
Contoh:
a. Sebab-sebab kemacetan di DKI Jakarta
a) Jumlah penggunaan kendaraan
b) Ruas jalan yang makin sempit
c) Pembangunan jalur busway

b. Akibat-akibat kemacetan
a) Terlambat sampai di kantor
b) Waktu habis di jalan

2). Akibat-sebab
Pola urutan ini dimulai dari pernyataan yang merupakan akibat dan dilanjutkan dengan hal-hal yang menjadi sebabnya.
Contoh :
Menjaga kelestarian hutan
1. Keadaan hutan kita
2. Fungsi hutan
3. Akibat-akibat kerusakan hutan

3). Urutan Pemecahan Masalah
Pola urutan ini bermula dari aspek-aspek yang menggambarkan masalah kemudian mengarah pada pemecahan masalah.
Contoh :

Bahaya narkoba dan upaya mengatasinya
1.Pengertian narkoba

2.Bahaya kecanduan narkoba
a.pengaruh terhadap kesehatan
b.pengaruh terhadap moral
c.ancaman hukumannya

3.Upaya mengatasi kecanduan narkoba

4.Kesimpulan dan saran

Ada bermacam-macam cara metode untuk membuat atau memperkuat argumentasi antara lain sebagai berikut:
1.Kausal: pembenaran pendapat dengan mengemukakan alasan yang berupa sebab-akibat atau akibat-sebab.
2.Keadaan yang memaksa: pembenaran pendapat dengan mengembangkan berbagai jalan buntu sehingga tidak ada jalan alternatif lain.
3.Analogi: pembenaran pendapat berdasarkan asumsi bahwa jika dua hal memiliki banyak persamaan maka dalam hal lain tentu ada yang sama pula.
4.Perbandingan: pembenaran perndapat dengan cara membandingkan dua hal , situasi dan kondisi.
5.Pertentangan: pembenaran pendapat dengan mempertentangkan dua situasi /kondisi.
6.Kesaksian: pembenaran pendapat dengan menggunakan / mendasarkan pada keterangan saksi.
7.Autoritas: pembenaran pendapat dengan mendasarkan pendapat ahli.
8.Generalisasi: pembenaran pendapat/ simpulan berdasarkan data/fakta/ contoh atau kejadian-kejadian yang bersifat khusus.

Back to: Kuliah Bahasa Indonesia

Posted By Ade

NATASAN KOSA KATA DAN DIKSI

Batasan Kosa Kata dan Diksi

1.Pilihan Kata
Pilihan kata atau diksi adalah pemilihan kata – kata yang sesuai dengan apa yang hendak kita ungkapkan. Saat kita berbicara, kadang kita tidak sadar dengan kata – kata yang kita gunakan. Maka dari itu, tidak jarang orang yang kita ajak berbicara salah menangkap maksud pembicaraan kita.

Dari buku Gorys Keraf (DIKSI DAN GAYA BAHASA (2002), hal. 24) dituliskan beberapa point – point penting tentang diksi, yaitu :

• Plilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata – kata mana yang harus dipakai untuk mencapai suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata – kata yang tepat atau menggunakan ungkapan – ungkapan, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.
• Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa – nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.
• Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasa sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud pembendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki suatu bahasa.

2.Kata-Kata Ilmiah
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tentu saja sudah sangat sering mendengar kata ilmiah. Kata ilmiah seringkali dihubungkan dengan bidang pendidikan atau hal-hal yang berbau ilmu pengetahuan.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, kata ilmiah memiliki arti bersifat ilmu. Secara ilmu pengetahuan, memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan. Namun, pengertian dari kata ilmiah itu sendiri tidak lantas menjelaskan keilmiahan dari sebuah karya atau kegiatan yang bersifat ilmiah. Untuk mengukur keilmiahan suatu karya atau kegiatan perlu ada tolok ukur.

3.Pembentukan Istilah dan Defenisi
Istilah adalah kata atau frasa yang dipakai sebagai nama atau lambang dan yang dengan cermat mengungkpakan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

Syarat istilah yang baik :
1.Paling tepat mengungkapkan konsep yang dimaksud.
2.Paling singkat di antara pilihan yang ada.
3.Bernilai rasa (konotasi) baik.
4.Sedap didengar (eufonik).
5.Bentuknya seturut kaidah bahasa Indonesia.

Secara umum, definisi dibagi menjadi dua bagian, yaitu definisi nominal (suatu persamaan kata yang tepat digunakan) dan definisi formal (definisi logis atau riel).

Definisi nominal digunakan untuk hal-hal yang sifatnya praktis dengan tujuan mempermudah pemahaman. Ada beberapa macam definisi nominal, misalnya, sinonim atau persamaan makna, definisi kamus atau penunjukan klas terhadap suatu benda atau barang, etimologi kata atau penggunaan kata asing yang memerlukan penjelasan yang tepat dan persis dalam bahasa Indonesia, stipulatif atau suatu batasan kata yang tidak ditafsirkan lain, (misalnya Menteri adalah Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia), dan antonim atau penyangkalan (misalnya orang mati adalah orang yang tidak hidup).

Khusus untuk etimologi kata, kita harus mengartikan suatu kata asing sesuai dengan asal kata asingnya. Pengertian “yurisdiksi” misalnya, yang terdiri dari juris (jus) = hukum dan diksi (dicere) = berkata, dapat diartikan orang tidak boleh bicara di sini melainkan di tempat lain, yang mengandung maksud lingkup kuasa pengadilan, atau lingkungan hak dan kewajiban serta tanggung jawab di suatu wilayah, atau lingkungan kerja tertentu.

Definisi formal yang juga disebut sebagai definisi logis atau ilmiah yang sebagian besar digunakan dalam membuat batasan atau pengertian dalam peraturan perundangundangan, dalam pembuatannya perlu memperhatikan syarat-syarat di bawah ini :

A.Ekuivalen
Definisi yang dibuat harus dapat diuji melalui konverbilitas atau dapat dipertukarkan satu sama lain antara yang didefinisikan (definiendum) dan yang mendefinisikan (definiens). A = B dan B = A. Jika A dan B dapat dibuktikan sama dan dapat dipertukarkan, maka ini merupakan definisi yang baik. Jika tidak dapat dipertukarkan, maka definisi tersebut hanya merupakan pernyataan.
Contoh : Nenas adalah buah yang rasanya asam. Jika dibalik atau dipertukarkan, maka berbunyi: Buah yang rasanya asam adalah nenas. Apakah secara logika definisi ini betul? Jika tidak, maka contoh di atas hanya merupakan pernyataan.

B.Paralel
Dalam membuat suatu definisi, hindarkan adanya penggunaan kata-kata dalam definiens, misalnya kata atau frasa: jika, apabila, kalau, jikalau, di mana, untuk apa, kepada siapa, dll. karena definiens dapat mengandung syarat atau pengandaian yang dapat menimbulkan ketidakpastian definisi, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kepastian hukum.

C.Pengulangan Kata Definiens
Hindari adanya pengulangan kata yang sama yang ada dalam definiendum,misalnya, Ilmu Hukum, kata “ilmu” dan “hukum” harus didefinisikan sebagai “Pengetahuan mengenai normanorma yang mengatur tingkah laku yang disusun berdasarkan sistimatika yang teratur”. Jadi bukan “Ilmu yang mempelajari tentang hukum.”

Definisi “sosiologi”, misalnya, kurang baik jika logi tidak didefinisikan atau Definisi kadang-kadang logi dipadankan dengan kata “ilmu”. Jadi logi atau ilmu harus pula didefinisikan.

D.Negatif
Hindari adanya definiens yang negatif, dalam arti menggunakan kata seperti: bukan, tidak, non, dslb., kecuali terhadap klas-klas yang mempunyai sifat dekotomi atau yang disangkal ciri deferensialnya dan bukan anggotanya.

Kurang benar jika kita mengatakan bahwa “Manusia adalah bukan binatang”. Bandingkan jika ada definisi yang menyatakan bahwa “Yatim Piatu adalah seorang anak yang tidak mempunyai ayah dan ibu”. Contoh terakhir ini salah satu pengecualian penyangkalan ciri deferensialnya dan hal ini tidak bisa dihindari untuk tidak menggunakan kata negatif.

Sebagai pedoman yang terpenting dalam pembentukan definisi adalah bahwa dalam mendefinisikan suatu kata yang akan dibatasi, hindari adanya definisi yang berjejal atau definisi yang di dalamnya mengandung norma.

Contoh : Bus adalah kendaraan umum yang mempunyai paling sedikit enam roda dan dalam kendaraan harus disediakan oleh karoseri atau pembuat kendaraan bus sebanyak dua puluh empat tempat duduk, termasuk tempat duduk pengemudi.

Kata “harus” yang ditujukan kepada karoseri di atas adalah suatu norma. Jadi, jika ada suruhan kepada seseorang atau warga, maka suruhan tersebut harus dituangkan dalam materi yang diatur, bukan di dalam batasan pengertian atau definisi

4.Kata Serapan
Kata serapan adalah kata yang berasal dari bahasa asing yang sudah diintegrasikan ke dalam suatu bahasa dan diterima pemakaiannya secara umum.

Contoh kata serapan dalam bahasa Indonesia adalah:
tetapi (dari bahasa Sansekerta tathâpi: namun itulah)
mungkin (dari bahasa Arab mumkinun: ?)
meski (dari bahasa Portugis mas que: walau)
Penyerapan kata dari bahasa Cina sampai sekarang masih terjadi di bidang pariboga termasuk bahasa Jepang yang agaknya juga potensial menjadi sumber penyerapan.

Di antara penutur bahasa Indonesia beranggapan bahwa bahasa Sanskerta yang sudah ’mati’ itu merupakan sesuatu yang bernilai tinggi dan klasik. Alasan itulah yang menjadi pendorong penghidupan kembali bahasa tersebut. Kata – kata Sanskerta sering diserap dari sumber yang tidak langsung, yaitu Jawa Kuna. Sistem morfologi bahasa Jawa Kuna lebih dekat kepada bahasa Melayu. Kata – kata yang berasal dari bahasa Sanskerta-Jawa Kuna misalnya acara, bahtera, cakrawala, darma, gapura, jaksa, kerja, lambat, menteri, perkasa, sangsi, tatkala, dan wanita.

Bahasa Arab menjadi sumber serapan ungkapan, terutama dalam bidang agama Islam. Kata rela (senang hati) dan korban (yang menderita akibat suatu kejadian), misalnya, yang sudah disesuaikan lafalnya ke dalam bahasa Melayu pada zamannya dan yang kemudian juga mengalami pergeseran makna, masing-masing adalah kata yang seasal dengan rida (perkenan) dan kurban (persembahan kepada Tuhan). Dua kata terakhir berkaitan dengan konsep keagamaan. Ia umumnya dipelihara betul sehingga makna (kadang-kadang juga bentuknya) cenderung tidak mengalami perubahan.

Sebelum Ch. A. van Ophuijsen menerbitkan sistem ejaan untuk bahasa Melayu pada tahun 1910, cara menulis tidak menjadi pertimbangan penyesuaiankata serapan . Umumnya kata serapan disesuaikan pada lafalnya saja.

Meski kontak budaya dengan penutur bahasa – bahasa itu berkesan silih berganti, proses penyerapan itu ada kalanya pada kurun waktu yang tmpang tindih sehingga orang-orang dapat mengenali suatu kata serapan berasal dari bahasa yang mereka kenal saja, misalnya pompa dan kapten sebagai serapan dari bahasa Portugis, Belanda, atau Inggris. Kata alkohol yang sebenar asalnya dari bahasa Arab, tetapi sebagian besar orang agaknya mengenal kata itu berasal dari nahasa Belanda.

Kata serapan dari bahasa Inggris ke dalam kosa kata Indonesia umumnya terjadi pada zaman kemerdekaan Indonesia, namun ada juga kata – kata Inggris yang sudah dikenal, diserap, dan disesuaikan pelafalannya ke dalam bahasa Melayu sejak zaman Belanda yang pada saat Inggris berkoloni di Indonesia antara masa kolonialisme Belanda. Kata –kata itu seperti kalar, sepanar, dan wesket. Juga badminton, kiper, gol, bridge.

Sesudah Indonesia merdeka, pengaruh bahasa Belanda mula surut sehingga kata – kata serapan yang sebetulnya berasal dari bahasa Belanda sumbernya tidak disadari betul. Bahkan sampai dengan sekarang yang lebih dikenal adalah bahasa Inggris.

5.Hal-Hal yang Mempengaruhi Pilihan Kata
• Sebelum menentukan pilihan kata, maka harus diperhatikan dua hal pokok, yakni: masalah makna dan relasi makna.

• Makna sebuah kata atau sebuah kalimat merupakan makna yang tidak selalu berdiri sendiri. Adapun makna menurut Chaer (Chaer, 1994: 60) terbagi atas beberapa kelompok yaitu:
a. Makna Leksikal dan makna Gramatikal
b. Makna Referensial dan Nonreferensial
c. Makna Denotatif dan Konotatif
d. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
e. Makna Kata dan Makna Istilah
f. Makna Idiomatikal dan Peribahasa
g. Makna Kias dan Lugas

• Relasi adalah hubungan makna yang menyangkut hal kesamaan makna (sinonim), kebalikan makna (antonim), kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas), ketercakupan makna (hiponimi), kelainan makna (homonimi), kelebihan makna (redundansi) dan sebagainya.

• Adapun relasi makna terbagi atas beberapa kelompok yaitu :
a. Kesamaan Makna (Sinonim)
b. Kebalikan Makna (Antonim)
c. Kegandaan Makna (Polisemi dan Ambiguitas)
d. Ketercakupan Makna (Hiponimi)
e. Kelebihan Makna (Redundansi)

6.Kesalahan Pembentukan dan Pemilihan Kata

Pada bagian berikut akan diperlihatkan kesalahan pembentukan kata yang sering kita temukan, baik dalam bahasa lisan maupun dalam bahasa tulis. Setelah diperlihatkan bentuk yang salah, diperlihatkan pula bentuk yang benar yang merupakan perbaikannya.

a.Penanggalan Awalan meng-
Penanggalan awalan meng- pada judul berita dalam surat kabar diperbolehkan. Namun, dalam berita teks beritanya awalan meng- harus eksplisit.

Di bawah ini di perlihatkan bentuk yang salah dan bentuk yang benar.
Amerika serikat luncurkan pesawat bolak-balik Columbia. (salah)
Amerika serikat meluncurkan pesawat bolak-balik Columbia. (benar)

b.Penanggalan Awalan ber-
Kata-kata yang berawalan ber- sering menanggalkan awalan ber-. Padahal, awalan ber- harus dieksplisitkan secara jelas.

Dibawah ini dapat dilihat bentuk salah dan benar dalam pemakaiannya.
Sampai jumpa lagi. (salah)
Sampai berjumpa lagi. (benar)

Pendapat saya beda dengan pendapatnya. (salah)
Pendapat saya berbeda dengan pendapatnya. (benar)

c.Peluluhan bunyi /c/
Kata dasar yang diawal bunyi /c/ sering menjadi luluh apabila mendapat awalan meng-. Padahal, sesungguhnya bunyi /c/ tidak luluh apabila mendapat awalan meng-.

Dibawah ini diperlihatkan bentuk salah dan bentuk benar.
Wakidi sedang menyuci mobil. (salah)
Wakidi sedang mencuci mobil. (benar)

Eka lebih menyintai boby daripada menyintai Roy. (salah)
Eka lebih mencintai Boby daripada mencintai Roy. (benar)

d.Penyengauan Kata Dasar
Ada lagi gejala penyengauan bunyi awalan kata dasar. Penyengauan kata dasar ini sebenarnya adalah ragam lisan yang di pakai dalam ragam tulis. Akhirnya, pencampuradukan antara ragam lisan dan ragam tulis menimbulkan suatu bentuk kata yang salah dalam pemakaian.

Kita sering menemukan pengunaan kata-kata, mandang, ngail, ngantuk, nabrak, nanam, nulis, nyubit, ngepung, nolak, nyabut, nyuap, dan nyari. Dalam bahasa Indonesia baku tulis, kita harus menggunakan kata-kata memandang, mengail, mengantuk, menabrak, menanam, menulis, mencubit, menolak, mencabut, menyuap, dan mancari.

e.Bunyi /s/, /k/, /p/, dan /t/ yang Berimbuhan meng-/peng-
Kata dasar yang bunyi awalnya /s/, /k/, /p/, atau /t/ sering tidak luluh jika mendapat awalan meng- atau peng-. Padahal, menurut kaidah baku bunyi-bunyi itu harus lebur menjadi bunyi sengau.

Di bawah ini dibedakan bentuk salah dan bentuk benar dalam pemakaian sehari-hari.
Eksistensi Indonesia sebagai negara pensuplai minyak sebaiknya di pertahankan. (salah)
Eksistensi Indonesia sebagai negara penyuplai minyak sebaiknya di pertahankan. (benar)

Semua warga negara harus mentaati peraturan yang berlaku. (salah)
Semua warga negara harus menaati peraturan yang berlaku. (benar)

Kaidah peluluhan bunyi s, k, p, dan t tidak berlaku pada kata-kata yang dibentuk dengan gugus konsonan. Kata traktor apabila diberi awalan meng-, kata ini akan menjadi mentraktor bukan menraktor. Kata proklamasi apabila di beri awalan meng- akan menjadi memproklamasikan.

f.Awalan ke- yang Keliru
Pada kenyataanya sehari-hari, kata-kata yang seharusnya berawalan ter- sering diberi berawalan ke-. Hal itu disebabkan oleh kekurang cermatan dalam memilih awalan yang tepat. Umumnya kesalahan itu dipengaruhi oleh bahasa daerah (Jawa/Sunda).

Dibawah ini di paparkan bentuk salah dan bentuk benar dalam pemakaian.
Pengendara motor itu meninggal karena ketabrak oleh metro mini. (salah)
Pengendara motor itu meninggal karena tertabrak oleh metro mini. (benar)

Mengapa kamu ketawa terus? (salah)
Mengapa kamu tertawa terus? (benar)

Perlu diketahui bahwa awalan ke- hanya dapat menempel pada kata bilangan, awalan ke- tidak dapat dipakai. Pengecualian terdapat pada kata kekasih, kehendak, dan ketua. Oleh sebab itu , kata ketawa, kecantol, keseleo, kebawa, ketabrak bukanlah bentuk baku dalam bahasa Indonesia. Bentuk yang benar ialah kedua, ketiga, keempat, keseribu, dan seterusnya.

g.Pemakaian Akhiran ir-
Pemakaian akhiran ir- sangat produktif dalam penggunaan bahasa Indonesia sehari-hari. Padahal, dalam bahasa Indonesia baku untuk padanan akhiran ir- adalah –asi atau –isasi.

Di bawah ini di ungkapkan bentuk yang salah dan bentuk yang benar.
Saya sanggup mengkoordinir kegiatan itu. (salah)
Saya sanggup mengoordinasi kegiatan itu. (benar)

Soekarno-Hatta memproklamirkan Negara republik Indonesia. (salah)
Soekarno-Hatta memproklamasikan Negara republik Indonesia. (benar)

Kata lainya seperti:
Akomodir – akomodasi
Legalisir – legalisasi

Perlu diperhatikan, akhiran –asi atau asasi pada kata-kata lelenisasi, turinisasi, neonisasi, radionisasi, pompanisasi, dan koranisasi merupakan bentuk yang salah karena kata dasarnya bukan kata serapan dari bahasa asing. Kata-kata itu harus diungkapkan menjadi usaha peternakan lele, usaha penanaman turi, usaha pemansangan neon, gerakan memasyarakatkan radio, gerakan pemasangan pompa, dan gerakan memasyarakatkan Koran.

h.Padanan yang Tidak serasi
Karena pemakai bahasa kurang cermat memilih padanan kata yang serasi, yang muncul dalam pembicaraan sehari-hari adalah padanan yang tidak sepadan atau tidak serasi. Hal itu terjadi karena dua kaidah bahasa bersilang atau bergabung dalam sebuah kalimat.

Di bawah ini dipaparkan bentuk salah dan bentuk benar, terutama dalam memakai ungkapan penghubung intrakalimat.
Karena modal di bank terbatas sehingga tidak semua pengusaha lemah memperoleh kredit. (salah)
Karena modal di bank terbatas, tidak semua pengusaha lemah memproleh kredit. (benar)
Karena modal di bank terbatas sehingga semua pengusaha lemah memperoleh kredit. (benar)

Bentuk-bentuk di atas adalah bentuk yang mengabungkan kata karena dan sehingga, kata apabila dan maka, dan kata walaupun dan tetapi. Penggunaan dua kata itu dalam sebuah kalimat tidak di perlukan.

Bentuk-bentuk lainya yang merupakan padanan yang tidak serasi adalah disebabkan karena, dan lain sebagainya, karena. . . . maka, untuk . . . maka, meskipun . . . tetapi, kalau . . . maka, dan sebagainya.

Bentuk yang baku untuk mengganti padanan itu adalah disebabkan oleh, dan lain-lain, atau dan sebagainya; karena/untuk/kalau saja tanpa diikuti maka,atau maka saja tanpa didahulai karena/untuk/kalau; meskipun saja tanpa di susul tetapi atau tetapi saja tanpa di susul meskipun.

i.Pemakaian Kata Depan di, ke, dari, bagi, pada, dari pada, dan terhadap
Dalam pemakaian sehari-hari, pemakaian di, ke, dari, bagi, dan daripada sering dipertukarkan.

Di bawah ini dipaparkan bentuk benar dan bentuk salah dalam pemakaian kata depan.
Putusan daripada pemerintah itu melegakan hati rakyat. (salah)
Putusan pemerintah itu melegakan hati rakyat. (benar)

Meja ini terbuat daripada kayu. (salah)
Meja ini terbuat dari kayu. (benar)

j.Pemakaian Akronim (Singkatan)
Singkatan ialah hasil menyingkat atau memendekan berupa huruf atau gabungan huruf seperti PLO, UI, DPR, KPP, KY, MA, KBK, dan KTSP. Yang dimaksud dengan bentuk singkatan ialah kontraksi bentuk kata sebagai mana dipakai dalam ucapan cepat, seperti lab (laboratorium).

Pemakaian akronim dan singkatan dalam bahasa Indonesia kadang- kadang tidak teratur. Singkatan IBF mempunyai dua makna, yaitu international boxing federation dan international badminton federation. Oleh sebab itu, pemakaian akronim dan singkatan sedapat mungkin dihindari karena sudah umum maknanya telah mantap.

k.Penggunaan Kesimpulan, Keputusan, Penalaran, dan Pemukiman
Kata-kata kesimpulan bersaing pemakaiannya dengan kata simpulan.
Kata keputusan bersaing pemakaiannya dengan kata putusan.
Kata permukiman bersaing dengan kata pemukiman.
Lalu bentukan manakah yang sebenarnya paling tepat? Apakah yang tepat kesimpulan yang salah simpulan, ataukah sebaliknya yang tepat keputusan yang salah putusan, ataukah sebaliknya. Mana yang benar penalaran ataukah penalaran; kata pemukiman atau pemukiman?

Pembentukan kata dalam bahasa Indonesia sebenarnya mengikuti pola yang rapi dan konsisten. Kalau kita perhatikan dengan seksama, bentukan-bentukan kata itu memiliki hubungan antara yang satu dan yang lain. Dengan kata lain, terdapat korelasi diantara bentukan tersebut. Perhatikanlah, misalnya Verab yang berawalan meng- dapat dibentuk menjadi nomina yang bermakna ‘proses’ yang berimbuhan peng-an dan dapat pula di bentuk menjadi nomina yang berbentuk ‘proses’ yang berimbuhan peng-an dan dapat pula dibentuk menjadi nomina yang bermakna ‘hasil’ yang beribuhan –an.
Contoh:
Paman saya sudah membeli rumah di pemukiman Puri Giri Indah. (salah)
Paman saya sudah membeli rumah di permukiman Puri Giri Indah. (benar)

l. Penggunaan Kata yang Hemat
Salah satu ciri pemakaian bahasa yang efektif adalah pemakaian bahasa yang hemat kata, tetapi padat isi. Namun dalam komunikasi sehari-hari sering dijumpai pemakaian kata yang tidak hemat (boros).

Berikut ini daftar kata yang sering digunakan tidak hemat itu.
Boros / Hemat
1. sejak dari / sejak atau dari
2. agar supaya agar / supaya
3. demi untuk / demi atau untuk

Marilah kita lihat perbandingan pemakaian kata yang boros dan hemat berikut.
Karburator adalah bagian mesin motor tempat dimana gas bahan bakar minyak bercampur dengan udara. (boros, salah)
Karburator adalah bagian mesin motor tempat gas bahan bakar minyak bercampur dengan udara. (Hemat, Benar)

Perkembangan teknik mobil akhir-akhir ini sangat pesat sekali. (Boros, Salah)
Perkembangan teknik mobil akhir-akhir ini sangat pesat. (Hemat, Benar)

Pemakaian kata yang boros seperti sejak dari, adalah, merupakan, demi untuk, agar supaya, dan zaman dahulu kala juga harus di hindari.

m.Analogi
Di dalam dunia olahraga terdapat istilah petinju. Kata petinju berkolerasi dengan kata bertinju. Kata petinju berarti ‘orang yang (biasa) bertinju’, bukan ‘orang yang (biasa) meninju’.

Dewasa ini dapat dijumpai banyak kata yang sekelompok dengan petinju, seperti pesenam, pesilat, pegolf, peterjun, petenis, dan peboling. Akan tetapi, apakah semua kata dibentuk dengan cara yang sama dengan pembentukan kata petinju? Jika harus dilakukan demikian, akan tercipta bentukan seperti berikut ini.

Petinju ‘orang bertinju’
Pesenam ‘orang yang bersenam’
Pesilat ‘orang yang bersilat’
Peski ‘orang yang berski’
Kata bertinju, bersenam, dan bersilat mungkin biasa digunakan, tetapi kata bergolf, berterjun, bertenis dan berboling bukan kata yang lazim. Oleh sebab, itu munculnya kata
Peski
Peselancar
Pegolf
Petenis
Peboling

Pada dasarnya tidak dibentuk dari
Berski (yang baku bermain ski)
Berselancar (yang baku bermain selancar)
Bergolf (yang baku bermain golf)
Bertenis (yang baku bermain tenis)

n.Bentuk Jamak dalam Bahasa Indonesia
Dalam pemakaian sehari-hari, kadang-kadang orang salah mengunakan bentuk jamak dalam bahasa Indonesia sehingga terjadi bentuk yang rancu atau kacau.

Bentuk jamak dalam bahasa Indonesia dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Bentuk jamak dengan melakukan pengulangan kata yang bersangkutan, seperti
Kuda-kuda
Meja-meja
Buku-buku

2) Bentuk jamak dengan menambah kata bilangan, seperti
Beberapa meja
Sekalian tamu
Semua buku
Dua tempat
Sepuluh computer

3) Bentuk jamak dengan menambah kata Bantu jamak, seperti para tamu.

4) Bentuk jamak dengan menggunakan kata ganti orang seperti
Mereka
kita
Kami
kalian

Dalam pemakaian kata sehari-hari orang cenderung memilih bentuk jamak asing dalam menyatakan jamak dalam bahasa Indonesia. Dibawah ini beberapa bentuk jamak dan bentuk tunggal dari bahasa asing.

BentukTunggal Bentuk Jamak
datum data
alumnus alumni
alim ulama

Dalam bahasa Indonesia bentuk datum dan data yang dianggap baku ialah data yang dipakai sebagai bentuk tunggal. Bentuk alumnus dan alumni yang dianggap baku ialah bentuk alumni yang dipakai sebagai bentuk tunggal. Bentuk alim dan ulama kedua-duanya dianggap baku yang di pakai masing-masing sebagai bentuk tunggal. Oleh sebab itu, tidak salah kalau ada bentuk.

Beberapa data,
Tiga alumni, dan seterusnya.

o.Penggunaan di mana, yang mana, hal mana
Kata di mana tidak dapat dipakai dalam kalimat pernyataan. Kata dimana tersebut harus diubah manjadi yang, bahwa, tempat, dan sebagainya.

Back to: Kuliah Bahasa Indonesia

Posted By Ade

KALIMAT EFEKTIF

Pengertian Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang mengungkapkan pikiran atau gagasan yang disampaikan sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh orang lain.

Kalimat efektif syarat-syarat sebagai berikut:
1.secara tepat mewakili pikiran pembicara atau penulisnya.
2.mengemukakan pemahaman yang sama tepatnya antara pikiran pendengar atau pembaca dengan yang dipikirkan pembaca atau penulisnya.

Ciri-Ciri Kalimat Efektif

1.Kesepadanan
Suatu kalimat efektif harus memenuhi unsur gramatikal yaitu unsur subjek (S), predikat (P), objek (O), keterangan (K). Di dalam kalimat efektif harus memiliki keseimbangan dalam pemakaian struktur bahasa.

Contoh:
Budi (S) pergi (P) ke kampus (KT).

Tidak Menjamakkan Subjek
Contoh:
Tomi pergi ke kampus, kemudian Tomi pergi ke perpustakaan (tidak efektif)
Tomi pergi ke kampus, kemudian ke perpustakaan (efektif)

2.Kecermatan Dalam Pemilihan dan Penggunaan Kata
Dalam membuat kalimat efektif jangan sampai menjadi kalimat yang ambigu (menimbulkan tafsiran ganda).

Contoh:
Mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal itu mendapatkan hadiah (ambigu dan tidak efektif).
Mahasiswa yang kuliah di perguruan tinggi yang terkenal itu mendapatkan hadiah (efektif).

3.Kehematan
Kehematan dalam kalimat efektif maksudnya adalah hemat dalam mempergunakan kata, frasa, atau bentuk lain yang dianggap tidak perlu, tetapi tidak menyalahi kaidah tata bahasa. Hal ini dikarenakan, penggunaan kata yang berlebih akan mengaburkan maksud kalimat. Untuk itu, ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan untuk dapat melakukan penghematan, yaitu:
a. Menghilangkan pengulangan subjek.
b. Menghindarkan pemakaian superordinat pada hiponimi kata.
c. Menghindarkan kesinoniman dalam satu kalimat.
d. Tidak menjamakkan kata-kata yang berbentuk jamak.

Contoh:
Karena ia tidak diajak, dia tidak ikut belajar bersama di rumahku. (tidak efektif)
Karena tidak diajak, dia tidak ikut belajar bersama di rumahku. (efektif)

Dia sudah menunggumu sejak dari pagi. (tidak efektif)
Dia sudah menunggumu sejak pagi. (efektif)

4.Kelogisan
Kelogisan ialah bahwa ide kalimat itu dapat dengan mudah dipahami dan penulisannya sesuai dengan ejaan yang berlaku. Hubungan unsur-unsur dalam kalimat harus memiliki hubungan yang logis/masuk akal.

Contoh:
Untuk mempersingkat waktu, kami teruskan acara ini. (tidak efektif)
Untuk menghemat waktu, kami teruskan acara ini. (efektif)

5.Kesatuan atau Kepaduan
Kesatuan atau kepaduan di sini maksudnya adalah kepaduan pernyataan dalam kalimat itu, sehingga informasi yang disampaikannya tidak terpecah-pecah. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menciptakan kepaduan kalimat, yaitu:
a. Kalimat yang padu tidak bertele-tele dan tidak mencerminkan cara berpikir yang tidak simetris.
b. Kalimat yang padu mempergunakan pola aspek + agen + verbal secara tertib dalam kalimat-kalimat yang berpredikat pasif persona.
c. Kalimat yang padu tidak perlu menyisipkan sebuah kata seperti daripada atau tentang antara predikat kata kerja dan objek penderita.

Contoh:
Kita harus dapat mengembalikan kepada kepribadian kita orang-orang kota yang telah terlanjur meninggalkan rasa kemanusiaan itu. (tidak efektif)
Kita harus mengembalikan kepribadian orang-orang kota yang sudah meninggalkan rasa kemanusiaan. (efektif)

Makalah ini membahas tentang teknologi fiber optik. (tidak efektif)
Makalah ini membahas teknologi fiber optik. (efektif)

6.Keparalelan atau Kesajajaran
Keparalelan atau kesejajaran adalah kesamaan bentuk kata atau imbuhan yang digunakan dalam kalimat itu. Jika pertama menggunakan verba, bentuk kedua juga menggunakan verba. Jika kalimat pertama menggunakan kata kerja berimbuhan me-, maka kalimat berikutnya harus menggunakan kata kerja berimbuhan me- juga.

Contoh:
Kakak menolong anak itu dengan dipapahnya ke pinggir jalan. (tidak efektif)
Kakak menolong anak itu dengan memapahnya ke pinggir jalan. (efektif)
Anak itu ditolong kakak dengan dipapahnya ke pinggir jalan. (efektif)

Harga sembako dibekukan atau kenaikan secara luwes. (tidak efektif)
Harga sembako dibekukan atau dinaikkan secara luwes. (efektif)

7.Ketegasan
Ketegasan atau penekanan ialah suatu perlakuan penonjolan terhadap ide pokok dari kalimat. Untuk membentuk penekanan dalam suatu kalimat, ada beberapa cara, yaitu:

a. Meletakkan kata yang ditonjolkan itu di depan kalimat (di awal kalimat).
Contoh:
Harapan kami adalah agar soal ini dapat kita bicarakan lagi pada kesempatan lain.
Pada kesempatan lain, kami berharap kita dapat membicarakan lagi soal ini. (ketegasan)

Presiden mengharapkan agar rakyat membangun bangsa dan negara ini dengan kemampuan yang ada pada dirinya.
Harapan presiden ialah agar rakyat membangun bangsa dan negaranya. (ketegasan)

b. Membuat urutan kata yang bertahap.
Contoh:
Bukan seribu, sejuta, atau seratus, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak terlantar. (salah)
Bukan seratus, seribu, atau sejuta, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada anak-anak terlantar. (benar)

c. Melakukan pengulangan kata (repetisi).
Contoh:
Cerita itu begitu menarik, cerita itu sangat mengharukan.

d. Melakukan pertentangan terhadap ide yang ditonjolkan.
Contoh:
Anak itu bodoh, tetapi pintar.

e. Mempergunakan partikel penekanan (penegasan), seperti: partikel –lah, -pun, dan –kah.
Contoh:
Dapatkah mereka mengerti maksud perkataanku?
Dialah yang harus bertanggung jawab dalam menyelesaikan tugas ini.

Back to: Kuliah Bahasa Indonesia

Posted By Ade

CIRI JENIS-JENIS KARANGAN

1.CIRI-CIRI KARANGAN NARASI
Menurut Keraf (2000:136), ciri karangan narasi yaitu:
Menonjolkan unsur perbuatan atau tindakan.
Dirangkai dalam urutan waktu.
Berusaha menjawab pertanyaan, apa yang terjadi?
Ada konfiks.

Narasi dibangun oleh sebuah alur cerita. Alur ini tidak akan menarik jika tidak ada konfiks. Selain alur cerita, konfiks dan susunan kronologis, ciri-ciri narasi lebih lengkap lagi diungkapkan oleh Atar Semi (2003: 31) sebagai berikut:
Berupa cerita tentang peristiwa atau pengaalaman penulis.
Kejadian atau peristiwa yang disampaikan berupa peristiwa yang benar-benar terjadi, dapat berupa semata-mata imajinasi atau gabungan keduanya.
Berdasarkan konfiks, karena tanpa konfiks biasanya narasi tidak menarik.
Memiliki nilai estetika.
Menekankan susunan secara kronologis.

Ciri yang dikemikakan Keraf memiliki persamaan dengan Atar Semi, bahwa narasi memiliki ciri berisi suatu cerita, menekankan susunan kronologis atau dari waktu ke waktu dan memiliki konfiks. Perbedaannya, Keraf lebih memilih ciri yang menonjolkan pelaku.

Tujuan menulis karangan narasi secara fundamental yaitu:
1.) Hendak memberikan informasi atau wawasan dan memperluas pengetahuan.
2.) Memberikan pengalaman estetis kepada pembaca.

Langkah-langkah menulis karangan narasi
1.) Tentukan dulu tema dan amanat yang akan disampaikan.
2.) Tetapkan sasaran pembaca kita.
3.) Rancang peristiwa-peristiwa utama yang akan ditampilkan dalam bentuk skema alur.
4.) Bagi peristiwa utama itu ke dalam bagian awal, perkembangan, dan akhir cerita.
5.) Rincian peristia-peristiwa uatama ke dalam detail-detail peristiwa sebagai pendukung cerita.
6.) Susun tokoh dan perwatakan, latar, dan sudut pandang.

Jenis-jenis Karangan Narasi
a. Narasi Ekspositorik (Narasi Teknis)
Narasi Ekspositorik adalah narasi yang memiliki sasaran penyampaian informasi secara tepat tentang suatu peristiwa dengan tujuan memperluas pengetahuan orang tentang kisah seseorang. Dalam narasi ekspositorik, penulis menceritakan suatu peristiwa berdasarkan data yang sebenarnya. Pelaku yang ditonjolkan biasanya satu orang. Pelaku diceritakan mulai dari kecil sampai saat ini sampai terakhir dalam kehidupannya. Karangan narasi ini diwarnai oleh eksposisi, maka ketentuan eksposisi juga berlaku pada penulisan narasi ekspositprik. Ketentuan ini berkaitan dengan penggunaan bahasa yang logis, berdasarkan fakta yang ada, tidak memasukan unsursugestif atau bersifat objektif.

b. Narasi Sugestif
Narasi sugestif adalah narasi yang berusaha untuk memberikan suatu maksud tertentu, menyampaikan suatu amanat terselubung kepada para pembaca atau pendengar sehingga tampak seolah-olah melihat.

2.CIRI-CIRI KARANGAN DESKRIPSI
Karangan ini berisi gambaran mengenai suatu hal/keadaan sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan hal tersebut.

Karangan deskripsi memiliki ciri-ciri seperti:
Menggambarkan atau melukiskan sesuatu.
Penggambaran tersebut dilakukan sejelas-jelasnya dengan melibatkan kesan indera.
Membuat pembaca atau pendengar merasakan sendiri atau mengalami sendiri.

Pola pengembangan paragraf deskripsi:
Paragraf Deskripsi Spasial, paragraf ini menggambarkan objek kusus ruangan, benda atau tempat.
Paragraf Deskripsi Subjektif, paragraf ini menggambarkan objek seperti tafsiran atau kesan perasaan penulis.
Paragraf Deskripsi Objektif, paragraf ini menggambarkan objek dengan apa adanya atau sebenarnya.

Langkah menyusun deskripsi:
1.Tentukan objek atau tema yang akan dideskripsikan.
2.Tentukan tujuan.
3.Mengumpulkan data dengan mengamati objek yang akan dideskripsikan.
4.Menyusun data tersebut ke dalam urutan yang baik (menyusun kerangka karangan).
5.Menguraikan kerangka karangan menjadi dekripsi yang sesuai dengan tema yang ditentukan.

3.CIRI-CIRI KARANGAN EKSPOSISI
Paragraf eksposisi adalah paragraf yang bertujuan untuk memaparkan, menjelaskan, menyampaikan informasi, mengajarkan, dan menerangkan sesuatu tanpa disertai ajakan atau desakan agar pembaca menerima atau mengikutinya.

Ciri-ciri paragraf eksposisi:
a. Memaparkan definisi (pengertian)
b. Memaparkan langkah-langkah, metode, atau cara melaksanakan suatu kegiatan.

4.CIRI-CIRI KARANGAN ARGUMENTASI
Karangan argumentasi adalah jenis paragraf yang mengungkapkan ide, gagasan, atau pendapat penulis dengan disertai bukti dan fakta (benar-benar terjadi).
Tujuannya adalah agar pembaca yakin bahwa ide, gagasan, atau pendapat tersebut adalah benar dan terbukti.

Ciri-ciri karangan argumentasi:
Menjelaskan pendapat agar pembaca yakin.
Memerlukan fakta untuk pembuktian berupa gambar/grafik, dan lain-lain.
Menggali sumber ide dari pengamatan, pengalaman, dan penelitian.
Penutup berisi kesimpulan.

Back to: Kuliah Bahasa Indonesia

Posted By Ade

CONTOH JENIS-JENIS KARANGAN

CONTOH TULISAN NARASI
Contoh 1:
Siang itu, Sabtu pekan lalu, Ramin bermain bagus. Mula-mula ia menyodorkan sebuah kontramelodi yang hebat, lalu bergantian dengan klarinet, meniupkan garis melodi utamanya. Ramin dan tujuh kawannya berbaris seperti serdadu masuk ke tangsi, mengiringi Ahmad, mempelai pria yang akan menyunting Mulyati, gadis yang rumahnya di Perumahan Kampung Meruyung. Mereka membawakan lagu “Mars Jalan” yang dirasa tepat untuk mengantar Ahma, sang pengantin….

Contoh 2:
Patih Pranggulang menghunus pedangnya. Dengan cepat ia mengayunkan pedang itu ke tubuh Tunjungsekar. Tapi aneh, sebelum mengenai tubuh Tunjungsekar. Tapi aneh, sebelum mengenai tubuh Tunjungsekar, pedang itu jatuh ke tanah. Patih Pranggulang memungut pedang itu dan membacokkan lagi ke tubuh Tunjungsekar. Tiga kali Patih Pranggulang melakukan hal itu. Akan tetapi semuanya gagal.

Contoh 3:
Kemampuan apresiasi musik pada seorang anak dapat dibentuk melalui tiga cara. Pertama, secara alamiah seseorang dibiasakan mendengarkan karya musik. Kebiasaan itu dimulai sejak anak masih berupa janin dalam rahim ibunya. Persentuhan emosi sang ibu dengan berbagai irama yang didengarkan akan ikut dirasakan oleh janin. Besar kemungkinan akan terjadi respons motorik janin yang dirasakan oleh sang ibu. Kedua, sejak anak dilahirkan ia dibiasakan dengan berbagai irama musik yang mengiringnya pada saat menjelang tidur atau bermain. Alat pendengar anak menjadi peka menangkap berbagai irama dari instrumen musik yang didengarnya. Lambat-laun, seiring dengan pertumbuhan fisik dan kognisinya, musik akan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan anak. Ketiga, apresiasi musik dikembangkan melalui pendidikan formal. Untuk itu, pendidikan musik diarahkan kepada pengenalan, pemahaman, penghayatan, dan sikap kritis serta kreatif terhadap karya musik.

CONTOH TULISAN DESKRIPSI
Siang itu aku sedang duduk santai di sofa empuk di dalam apotik milikku yang baru saja dibuka. Apotik ini adalah impianku sejak aku kuliah di Farmasi dulu. Sekarang aku memandang puas pada usahaku selama ini. Aku bisa mendirikan apotik di kota kelahiranku. Apotik ini cukup luas, beberapa rak besar tempat obat-obatan berjejer rapi dengan kemasan-kemasan obat warna-warni yang disusun menurut khasiat obatnya. Pandangan saya tertuju pada rak buku di pojok ruangan yang berisi buku-buku tebal. Ku ambil satu buku yang disampulnya tertulis Informasi Spesialis Obat atau yang biasa disebut kalangan farmasi dengan buku ISO. Setelah ku pandangi aku tersenyum dan mengembalikannya ke tempat semula. Aku memandang lagi secara keseluruhan apotik ini, sebuah televisi 14 inci dan sebuah computer di meja kasir. Hembusan angin dari AC cukup membuat udara terasa sejuk di bulan Mei yang panas ini.

CONTOH TULISAN EKSPOSISI
Contoh 1:
Ozone therapy adalah pengobatan suatu penyakit dengan cara memasukkan oksigen murni dan ozon berenergi tinggi ke dalam tubuh melalui darah. Ozone therapy merupakan terapi yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, baik untuk menyembuhkan penyakit yang kita derita maupun sebagai pencegah penyakit.

Contoh 2:
Pernahkan Anda menghadapi situasi tertentu dengan perasaan takut? Bagaimana cara mengatasinya? Di bawah ini ada lima jurus untuk mengatasi rasa takut tersebut. Pertama, persipakan diri Anda sebaik-baiknya bila menghadapi situasi atau suasana tertentu; kedua, pelajari sebaik-baiknya bila menghadapi situasi tersebut; ketiga, pupuk dan binalah rasa percaya diri; keempat, setelah timbul rasa percaya diri, pertebal keyakinan Anda; kelima, untuk menambah rasa percaya diri, kita harus menambah kecakapan atau keahlian melaluin latihan atau belajar sungguh-sungguh.

CONTOH TULISAN ARGUMENTASI
Mempertahankan kesuburan tanah merupakan syarat mutlak bagi tiap-tiap usaha pertanian. Selama tanaman dalam proses menghasilkan, kesuburan tanah ini akan berkurang. Padahal kesuburan tanah wajib diperbaiki kembali dengan pemupukan dan penggunaan tanah itu sebaik-baiknya. Teladan terbaik tentang cara menggunakan tanah dan menjaga kesuburannya dapat kita peroleh pada hutan yang belum digarap petani.

Back to: Kuliah Bahasa Indonesia

Posted By Ade

BATASAN NARASI,DESKRIPSI,EKSPOSISIS,DAN ARGUMENTASI

1.DESKRIPSI
Karangan ini berisi gambaran mengenai suatu hal/ keadaan sehingga pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan hal tersebut.

Contoh deskripsi berisi fakta:
Hampir semua pelosok Mentawai indah. Di empat kecamatan masih terdapat hutan yang masih perawan. Hutan ini menyimpan ratusan jenis flora dan fauna. Hutan Mentawai juga menyimpan anggrek aneka jenis dan fauna yang hanya terdapat di Mentawai. Siamang kerdil, lutung Mentawai dan beruk Simakobu adalah contoh primata yang menarik untuk bahan penelitian dan objek wisata.

Contoh deskripsi berupa fiksi:
Salju tipis melapis rumput, putih berkilau diseling warna jingga. Bayang matahari senja yang memantul. Angin awal musim dingin bertiup menggigilkan, mempermainkan daun-daun sisa musim gugur dan menderaikan bulu-bulu burung berwarna kuning kecoklatan yang sedang meloncat-loncat dari satu ranting ke ranting yang lain.

Topik yang tepat untuk deskripsi misalnya:
Keindahan bukit Kintamani
Suasa pelaksanaan promosi kompetensi siswa SMK tingkat nasional
Keadaan ruang praktik
Keadaan daerah yang dilanda bencana

Langkah menyusun deskripsi:
Tentukan objek atau tema yang akan dideskripsikan
Tentukan tujuan
Tentukan aspek-aspek yang akan dideskripsikan dengan melakukan pengamatan
Susunlah aspek-aspek tersebut ke dalam urutan yang baik, apakah urutan lokasi, urutan waktu, atau urutan menurut kepentingan
Kembangkan kerangka menjadi deskripsi

2. NARASI
Secara sederhana narasi dikenal sebagai cerita. Pada narasi terdapat peristiwa atau kejadian dalam satu urutan waktu. Di dalam kejadian itu ada pula tokoh yang menghadapi suatu konflik.

Narasi dapat berisi fakta atau fiksi.
Contoh narasi yang berisi fakta: biografi, autobiografi, atau kisah pengalaman.
Contoh narasi yang berupa fiksi: novel, cerpen, cerbung, ataupun cergam.

Awal narasi biasanya berisi pengantar yaitu memperkenalkan suasana dan tokoh.
Bagian awal harus dibuat menarik agar dapat mengikat pembaca.
Bagian tengah merupakan bagian yang memunculkan suatu konflik. Konflik lalu diarahkan menuju klimaks cerita. Setelah konfik timbul dan mencapai klimaks, secara berangsur-angsur cerita akan mereda.

Akhir cerita yang mereda ini memiliki cara pengungkapan bermacam-macam. Ada yang menceritakannya dengan panjang, ada yang singkat, ada pula yang berusaha menggantungkan akhir cerita dengan mempersilakan pembaca untuk menebaknya sendiri.

Contoh narasi berisi fakta:
Ir. Soekarno, Presiden Republik Indonesia pertama adalah seorang nasionalis. Ia memimpin PNI pada tahun 1928. Soekarno menghabiskan waktunya di penjara dan di tempat pengasingan karena keberaniannya menentang penjajah.
Soekarno bersama Mohammad Hatta sebagai wakil bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Ia ditangkap Belanda dan diasingkan ke Bengkulu pada tahun 1948. Soekarno dikembalikan ke Yogya dan dipulihkan kedudukannya sebagai Presiden RI pada tahun 1949.
.

Contoh narasi fiksi:
Aku tersenyum sambil mengayunkan langkah. Angin dingin yang menerpa, membuat tulang-tulang di sekujur tubuhku bergemeretak. Kumasukkan kedua telapak tangan ke dalam saku jaket, mencoba memerangi rasa dingin yang terasa begitu menyiksa.
Wangi kayu cadar yang terbakar di perapian menyambutku ketika Eriza membukakan pintu. Wangi yang kelak akan kurindui ketika aku telah kembali ke tanah air. Tapi wajah ayu di hadapanku, akankah kurindui juga?

Langkah menyusun narasi (fiksi):
Langkah menyusun narasi (fiksi) melalui proses kreatif, dimulai dengan mencari, menemukan, dan menggali ide. Cerita dirangkai dengan menggunakan “rumus” 5 W + 1 H. Di mana seting/ lokasi ceritanya, siapa pelaku ceritanya, apa yang akan diceritakan, kapan peristiwa-peristiwa berlangsung, mengapa peristiwa-peristiwa itu terjadi, dan bagaimana cerita itu dipaparkan.

3. EKSPOSISI
Karangan ini berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik dengan tujuan memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca.Untuk memperjelas uraian, dapat dilengkapi dengan grafik, gambar atau statistik.

Contoh:
Pada dasarnya pekerjaan akuntan mencakup dua bidang pokok, yaitu akuntansi dan auditing. Dalam bidang akuntasi, pekerjaan akuntan berupa pengolahan data untuk menghasilkan informasi keuangan, juga perencanaan sistem informasi akuntansi yang digunakan untuk menghasilkan informasi keuangan.
Dalam bidang auditing pekerjaan akuntan berupa pemeriksaan laporan keuangan secara objektif untuk menilai kewajaran informasi yang tercantum dalam laporan tersebut.

Topik yang tepat untuk eksposisi, antara lain:
Manfaat kegiatan ekstrakurikuler.
Peranan majalah dinding di sekolah.
Sekolah kejuruan sebagai penghasil tenaga terampil.
Tidak jarang eksposisi berisi uraian tentang langkah/ cara/ proses kerja.

Eksposisi demikian lazim disebut paparan proses.
Contoh paparan proses:
Cara mencangkok tanaman:
1. Siapkan pisau, tali rafia, tanah yang subur, dan sabut secukupnya.
2. Pilihlah ranting yang tegak, kekar, dan sehat dengan diameter kira-kira 1,5 sampai 2 cm.
3. Kulit ranting yang akan dicangkok dikerat dan dikelupas sampai bersih kira-kira sepanjang 10 cm.

Langkah menyusun eksposisi:
Menentukan topik/ tema.
Menetapkan tujuan.
Mengumpulkan data dari berbagai sumber.
Menyusun kerangka karangan sesuai dengan topik yang dipilih.
Mengembangkan kerangka menjadi karangan eksposisi.

4. ARGUMENTASI
Karangan ini bertujuan membuktikan kebenaran suatu pendapat/ kesimpulan dengan data/ fakta sebagai alasan/ bukti.
Dalam argumentasi pengarang mengharapkan pembenaran pendapatnya dari pembaca. Adanya unsur opini dan data, juga fakta atau alasan sebagai penyokong opini tersebut.

Back to: Kuliah Bahasa Indonesia

Posted By Ade

POLA PENGEMBANGAN PARAGRAF

Pola Pengembangan Paragraf
Pengembangan paragraf mencakup dua persoalan utama, yakni:
1. Kemampuan memerinci gagasan utama paragraf ke dalam gagasan-gagasan penjelas.
2. Kemampuan mengurutkan gagasan-gagasan penjelas kedalam gagasan-gagasan penjelas.

Gagasan utama paragraf akan menjadi jelas apabila dilakukan perincian yang cermat. Perincian-perincian itu dapat dilakukan dengan bermacam pola pengembangan. Pola pengembangan yang dipakai, antara lain ditentukan oleh gagasan atau masalah yang hendak dikemukakan. Misalnya, apabila gagasan yang hendak disampaikan itu berupa urutan peristiwa, maka pola pengembangan yang sebaiknya dipilih adalah pola kronologis (naratif) atau proses (eksposisi). Lain lagi apabila masalahnya itu mengenai sebab-akibat suatu kejadian, maka pola yang dipilih adalah pola kausalitas (eksposisi, Argumentasi). Pilihan pola pengembangan ditentukan pula oleh pandangan penulis itu sendiri terhadap masalah yang hendak disampaikannya.

1.Paragraf Narasi
Paragraf narasi adalah paragraf yang menceritakan suatu peristiwa atau kejadian sedemikian rupa sehingga pembaca seolah-olah mengalami sendiri kejadian yang diceritakan itu. Dalam paragraf narasi terdapat tiga unsur utama yaitu tokoh-tokoh, kejadian, dan latar ruang atau waktu.

Berdasarkan materi pengembangannya, paragraf narasi terbagi ke dalam dua jenis, yakni narasi fiksi dan narasi nonfiksi.
Narasi fiksi adalah narasi yang mengisahkan peristiwa-peristiwa imajinatif.
Narasi fiksi disebut juga narasi sugestif.
Contohnya: novel dan cerpen.

Narasi nonfiksi adalah narasi yang mengisahkan peristiwa-peristiwa faktual, suatu yang ada dan benar-benar terjadi.
Narasi ini disebut juga narasi ekspositori.
Contohnya biografi dan laporan perjalanan.

Perbedaan yang lebih jelas antara narasi fiktif dan nonfiktif adalah sebagai berikut:
Narasi Fiksi
1.Menyampaikan makna atau amanat secara tersirat sebagai sarana rekreasi rohaniah.
2.Menggugah majinasi.
3.Penalaran difungsikan sebagai alat pengungkap makna, kalau perlu dapat diabaikan.
4.Bahasa cenderung figuratif dan menitikberatkan penggunaan konotasi.

Narasi Nonfiksi
1.menyampaikan informasi yang memperluas pengetahuan.
2.memperluas pengetahuan atau wawasan.
3.Penalaran digunakan sebagai sarana untuk mencapai kesepakatan rasional.
4.Bahasanya cenderung informatif dan menitikberatkan penggunaan makna denotasi.

2.Paragraf Deskripsi
Paragraf deskripsi adalah jenis paragraf yang menggambarkan sesuatu dengan jelas dan terperinci. Pola pengembangan paragraf deskripsi, antara lain, meliputi pola pengembangan spasial dan pola sudut pandang.

a. Pola Spansial
Pola spansial adalah pola pengembangan paragraf yang didasarkan atas ruang dan waktu. Pola ini menggambarkan suatu ruangan dari kiri ke kanan, dari timur ke barat, dari bawah ke atas, dari depan ke belakang, dan sebagainya. Uraian tentang kepadatan penduduk suatu daerah dapat dikemukakan dengan landasan urutan geografi (misalnya: dari barat ke timur atau dari utara ke selatan). Deskripsi mengenai sebuah gedung bertingkat dapat dilakukan dari tingkat pertama berturut-turut hingga tingkat terakhir, penggambaran terhadap suasana suatu lingkungan dapat dilakukan mulai dari siang, sore, hingga malam hari.

Contoh:
Pada malam hari, pemandangan rumah terlihat begitu eksotis. Apalagi dengan cahaya lampu yang memantul dari seluruh penjuru rumah. Dari luar bangunan ini tampak indah, mampu memberikan pancaran hangat bagi siapa saja yang memandangnya. Lampu-lampu taman yang bersinar menambah kesan eksotis yang telah ada. Begitu hangat. Begitu indah.

b. Pola Sudut Pandang
Pola sudut pandang adalah pola pengembangan paragraf yang didasarkan tempat atau posisi seorang penulis dalam melihat sesuatu. Pola sudut pandang tidak sama dengan pola spansial. Dalam pola ini penggambaran berpatokan pada posisi atau keberadaan penulis terhadap objek yang digambarkannya itu. Untuk menggambarkan sesuatu tempat atau keadaan, pertama-tama penulis mengambil sebuah posisi tertentu. Kemudian, secara perlahan-lahan dan berurutan, ia menggambarkan benda demi benda yang terdapat dalam tempat itu, yakni mulai dari yang terdekat kepada yang terjauh.

Contoh:
Sekarang hanya beberapa langkah lagi jaraknya mereka dari tebing diatas jalan. Medasing menegakkan dirinya sambil menguasai ke muka dan ia pun berdiri tiada bergerak sebagai pohon diantara pohon-pohon yang lain. Oleh isyarat yang lebih terang dari perkataan itu maju sekian temannya sejajar dengan dia.

Di antara daun kayu tapak kepada mereka tebing tu turun ke bawah; dikakinya tegak pondok, sunyi-mati, tak sedikit jua pun kentara, bahwa dia melindungi manusia yang hidup, pandai bergerak dan bersuara. Di bawahnya kedengaran sebentar-bentar sepi mendengaus dan bintang-bintang itupun kelihatan kekabur-kaburan dalam sinar bara yang kusam. Dari celah-celah dinding pondok keluaran cahaya yang kuning merah, tetapi tiada berupa jauh sinar yang halus itu lenyap dibalut oleh kelam yang maha kuasa. Dikelilingi pondok itu tertegak pedati, ketiganya sunyi dan sepi pula.

3.Paragraf Eksposisi
Paragraf eksposisi adalah paragraf yang memaparkan atau menerangkan suatu hal atau objek. Dari paragraf Jenis ini diharapkan para pembaca dapat memahami hal atau objek itu dengan sejelas-jelasnya. Untuk memaparkan masalah yang dikemukakan, paragraf eksposisi menggunakan contoh, grafik, serta berbagai bentuk fakta dan data lainnya. Sedikitnya terdapat tiga pola pengembangan paragraf eksposisi, yakni dengan cara proses, sebab dan akibat, serta ilustrasi.

a. Pola Proses
Proses merupakan suatu urutan dari tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan untuk menciptakan atau menghasilkan sesuatu atau urutan dari suatu kejadian atau peristiwa. Untuk menyusun sebuah proses, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.
1) penulis harus mengetahui perincian-perincian secara menyeluruh.
2) penulis harus membagi proses tersebut atas tahap-tahap kejadiannya.
3) penulis menjelaskan tiap urutan itu ke dalam detail-detail yang tegas sehingga pembaca dapat melihat seluruh prose dengan jelas.

Contoh :
Pohon anggur, di samping buahnya yang digunakan untuk pembuatan minuman, daunnya pun dapat digunakan sebagai bahan untuk pembersih wajah. Caranya, ambilah daun anggur secukupnya. Lalu, tumbuk sampai halus. Masaklah hasil tumbukan itu dengan air secukupnya dan tunggu sampai mendidih. Setelah itu, ramuan tersebut kita dinginkan dan setelah dingin baru kita gunakan untuk membersihkan wajah. Insya Allah, kulit wajah kita akan kelihatan bersih dan berseri-seri.

b. Pola Sebab Akibat
Pengembangan paragraf dapat pula dinyatakan dngan menggunakan sebab-akibat. Dalam hal ini sebab bisa bertindak sebagai gagasan utama, sedangkan akibat sebagai perincian pengembangannya. Namun demikian, dapat juga terbalik. Akibat dijadikan gagasan utama, sedangkan untuk memahami sepenuhnya, akibat itu perlu dikemukakan sejumlah sebab sebagai perinciannya.
Persoalan sebab-akibat sebenarnya sangat dekat hubungannya dengan proses. Bila disusun untuk mencari hubungan antara bagian-bagiannya, maka proses itu dapat disebut proses kausal.

Contoh :
Pada tahun 1997, produksi padi turun 3,85 persen. Akibatnya, Impor beras meningkat, diperkirakan menjadi 3,1 ton tahun 1998. Sesudah swasembada pangan tercapai pada tahun 1984, pada tahun 1986, kita mengekspor sebesar 371,3 ribu ton beras, bahkan 530,7 ribu ton pada tahun 1993. akan tetapi, pada tahun 1004, neraca perdagangan beras kita tekor 400 ribu ton. Sejak itu, impor beras meningkat dan pada tahun 1997 mencapai 2,5 juta ton.

c. Pola Ilustrasi
Sebuah gagasan yang terlalu umum, memerlukan ilustrasi-ilustrsi konkrit. Dalam karangan eksposisi, ilustrasi-ilustrsi tersebut tidak berfungsi untuk membuktikan suatu pendapat. Ilustrasi-ilustrsi tersebut dipakai sekedar untuk menjelaskan maksud penulis. Dalam hal ini pengamatan-pengamatan pribadi merupakan bahan ilustrasi yang paling efektif dalam menjelaskan gagasan-gagasan umum tersebut.

Contoh :
Satu-satunya bidang pembangunan yang tidak memahami imbas krisis ekonomi sektor-sektor di bidang pertanian. Misalnya, perikanan masih meningkat cukup mengesankan, yaitu 6,65 persen; demikian pula perkebunan, yang meningkat 6,46 persen. Walaupun terkena kebakaran sepanjang tahun, sektor kehutanan masih tumbuh 2,95 persen. Secara umum, kontribusi dari sektor-sektor pertanian terhadap produk domestik broto (PDB) meningkat dari 18,07 persen menjadi 18,04 persen. Padahal selama 30 tahun terakhir, pangsa sector pertanian merosot dari tahun ke tahun.

4.Paragraf Argumentasi
Argumentasi bermakna ‘alasan’. Argumentasi berarti pemberian alasan yang kuat dan meyakinkan. Dengan demikian, paragraf argumentasi adalah paragraf yang mengemukakan alasan, contoh, dan bukti-bukti yang kuat dan meyakinkan. Alasan-alasan, bukti, dan sejenisnya, digunakan penulis untuk mempengaruhi pembaca agar mereka menyetujui pendapat, sikap atau keyakinan.

Dalam beberapa hal memang terdapat beberapa persamaan antara paragraf-paragraf eksposisi, yang telah kita pelajari terdahulu, dengan paragraf argumentasi. Persamaan tersebut, antara lain bahwa kedua jenis paragraf tersebut sama-sama memerlukan data dan fakta yang meyakinkan. Namun demikian, terdapat pula perbedaan yang mencolok antara keduanya.

Untuk lebih jelasnya persamaan dan perbedaan antara paragraph eksposisi dan argumentasi adalah sebagai berikut.

a. persamaan
1) Argumentasi dan eksposisi sama-sama menjelaskan pendapat, gagasan dan keyakinan kita.
2) Argumentasi dan eksposisi sama-sama memerlukan fakta yang diperkuat atau dipenjelas dengan angka, peta, grafik, diagram, gambar, dan lain-lainnya.
3) Argumentasi dan eksposisi sama-sama memerlukan analisis dan sintesis dalam pembahasannya.
4) Argumentasi dan eksposisis sama-sama menggali idenya dari:
a) pengalaman,
b) pengamatan dan penelitian,
c) sikap dan keyakinan.

b. Perbedaan
1) Tujuan eksposisi hanya menjelaskan dan menerangkan sehingga pembaca memperoleh informasi yang sejelas-jelasnya. Argumentasi bertujuan untuk mempengaruhi pembaca sehingga pembaca menyetujui bahwa pendapat, sikap dan keyakinan kita benar.
2) Eksposisi menggunakan contoh, grafik, dan lain-lainnya untuk menjelaskan sesuatu yang kita kemukakan. Argumentasi memberi contoh, grafik, dan lain-lainnya untuk membuktikan bahwa sesuatu yang kita kemukakan itu benar.
3) Penutup pada akhir eksposisi biasanya menegaskan lagi dari sesuatu yang telah diuraikan sebelumnya.
4) Penutup pada akhir argumentasi biasanya berupa kesimpulan atas sesuatu yang telah diuraikan sebelumnya.

Contoh:
Mengembangkan hubungan positif dengan orang lain sebenarnya bertujuan pada satu hal: anda harus menjadi seorang pengamat manusia. Bila anda benar-benar mampuy mengerti manusia atau orang, tahu akan ketakutan, harapan, dan impian mereka, maka akan memiliki kemampuan mengembangkan hubungan tersebut. Berbicaralah dengan orang-orang. Dengarkanlah keinginan hati mereka. Amatilah mereka dan pelajarilah cara mereka berpikir. Tentu saja anda harus membaca buku dan mendengarkan pkaset raihlah apa yang anda peroleh dari kebijakan orang lain, namun jangan abaikan bergaul dengan orang lain dan pelajarilah tabiat mereka. Ini adalah sau gaya hidup yang harus dikembangkan, bukan satu studi ilmiah.

Dalam paragraf tersebut penulis mengemukakan sejumlah pendapat, antara lain bahwa kita (pembaca) harus menjadi seorang pengamat manusia. Untuk meyakinkan pembaca atas argumentasinya itu, penulis mengemukakan sejumlah alasan, bahwa dengan menjadi seorang pengamat manusia, kita akan memiliki kemampuan dalam mengembangkan hubungan positif dengan orang lain.

Back to: Kuliah Bahasa Indonesia

Posted By Ade

Amazing Camp