href='http://www.blogger.com/favicon-image.g?blogID=5195730972603891725' rel='icon' type='image/x-icon'/>

Selamat Datang/Wilujeng Sumping

Selamat datang di blog ini semoga mampu memberi manfaat bagi kita semua

Memory in al-fatah

Album Foto Sdit Al Fatah Slideshow: Nana’s trip from Bekasi, Java, Indonesia to Jakarta was created by TripAdvisor. See another Jakarta slideshow. Take your travel photos and make a slideshow for free.

Senin, 10 September 2012

TRIK DAN TIP MEMOTIVASI PESERTA DIDIK


Cara Meningkatkan Motivasi Belajar

1. Memberi angka

Angka dalam hal ini sebagai simbol dari nilai kegiatan belajarnya. Banyak siswa yang justru untuk mencapai angka/nilai yang baik. Sehingga yang dikejar hanyalah nilai ulangan atau nilai raport yang baik. Angka-angka yang baik itu bagi para siswa merupakan motivasi belajar yang sangat kuat. Yang perlu diingat oleh guru, bahwa pencapaian angka-angka tersebut belum merupakan hasil belajar yang sejati dan bermakna. Harapannya angka-angka tersebut dikaitkan dengan nilai afeksinya bukan sekedar kognitifnya saja.

2. Hadiah

Hadiah dapat menjadi motivasi belajar yang kuat, dimana siswa tertarik pada bidang tertentu yang akan diberikan hadiah. Tidak demikian jika hadiah diberikan untuk suatu pekerjaan yang tidak menarik menurut siswa.

3. Kompetisi

Persaingan, baik yang individu atau kelompok, dapat menjadi sarana untuk meningkatkan motivasi belajar. Karena terkadang jika ada saingan, siswa akan menjadi lebih bersemangat dalam mencapai hasil yang terbaik.

4. Ego-involvement

Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras adalah sebagai salah satu bentuk motivasi yang cukup penting. Bentuk kerja keras siswa dapat terlibat secara kognitif yaitu dengan mencari cara untuk dapat meningkatkan motivasi belajar.

5. Memberi Ulangan

Para siswa akan giat belajar kalau mengetahui akan diadakan ulangan. Tetapi ulangan jangan terlalu sering dilakukan karena akan membosankan dan akan jadi rutinitas belaka.

6. Mengetahui Hasil

Mengetahui hasil belajar bisa dijadikan sebagai alat motivasi belajar anak. Dengan mengetahui hasil belajarnya, siswa akan terdorong untuk belajar lebih giat. Apalagi jika hasil belajar itu mengalami kemajuan, siswa pasti akan berusaha mempertahankannya atau bahkan termotivasi untuk dapat meningkatkannya.

7. Pujian

Apabila ada siswa yang berhasil menyelesaikan tugasnya dengan baik, maka perlu diberikan pujian. Pujian adalah bentuk reinforcement yang positif dan memberikan motivasi yang baik bagi siswa. Pemberiannya juga harus pada waktu yang tepat, sehingga akan memupuk suasana yang menyenangkan dan mempertinggi motivasi belajar serta sekaligus akan membangkitkan harga diri.

8. Hukuman

Hukuman adalah bentuk reinforcement yang negatif, tetapi jika diberikan secara tepat dan bijaksana, bisa menjadi alat motivasi belajar anak. Oleh karena itu, guru harus memahami prinsip-prinsip pemberian hukuman tersebut.

Hal senada juga diungkapkan oleh Fathurrohman dan Sutikno (2007: 20) motivasi belajar siswa dapat ditumbuhkan melalui beberapa cara yaitu:

a) Menjelaskan tujuan kepada peserta didik.

Pada permulaan belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus yang akan dicapainya kepada siswa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar.

b) Hadiah.

Hadiah akan memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi.

c) Saingan/kompetisi.

Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.

d) Pujian.

Siswa yang berprestasi sudah sewajarnya untuk diberikan penghargaan atau pujian. Pujian yang diberikan bersifat membangun. Dengan pujian siswa akan lebih termotivasi untuk mendapatkan prestasi yang lebih baik lagi.

e) Hukuman.
Cara Meningkatkan Motivasi Belajar

Cara meningkatkan motivasi belajar dengan memberikan hukuman. Hukuman akan diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya. Bentuk hukuman yang diberikan kepada siswa adalah hukuman yang bersifat mendidik seperti mencari artikel, mengarang dan lain sebagainya.

f) Membangkitkan dorongan kepada peserta didik untuk belajar.

Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik. Selain itu, guru juga dapat membuat siswa tertarik dengan materi yang disampaikan dengan cara menggunakan metode yang menarik dan mudah dimengerti siswa.

g) Membentuk kebiasaan belajar yang baik.

Kebiasaan belajar yang baik dapat dibentuk dengan cara adanya jadwal belajar.

h) Membantu kesulitan belajar peserta didik, baik secara individual maupun kelompok.

Membantu kesulitan peserta didik dengan cara memperhatikan proses dan hasil belajarnya. Dalam proses belajar terdapat beberap unsur antara lain yaitu penggunaan metode untuk mennyampaikan materi kepada para siswa. Metode yang menarik yaitu dengan gambar dan tulisan warna-warni akan menarik siswa untuk mencatat dan mempelajari materi yang telah disampaikan..

i) Menggunakan metode yang bervariasi.

Meningkatkan motivasi belajar dengan menggunakan metode pembelajaran yang variasi. Metode yang bervariasi akan sangat membantu dalam proses belajar dan mengajar. Dengan adanya metode yang baru akan mempermudah guru untuk menyampaikan materi pada siswa.

j) Menggunakan media pembelajaran yang baik, serta harus sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Ikut menambahkan dalam hal Penilaian dan Pengukuran yang kaitannya tentang evaluasi:
a. Pengukuran adalah suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas “sesuatu”. Kata “sesuatu” bisa berarti peserta didik, guru, gedung sekolah, meja
 belajar, papan tulis, dll. Dalam proses pengukuran tentu guru harus menggunakan alat ukur ( tes atau non tes ). Alat ukur tersebut harus standar, yaitu memiliki derajat validitas dan reliabilitas yang tinggi.
b. Evaluasi adalah suatu proses bukan suatu hasil ( produk ). Hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi adalah kualitas sesuatu, baik yang menyangkut tentang nilai atau arti, sedangkan kegiatan untuk sampai pada pemberian nilai dan arti itu adalah evaluasi. Membahas tentang evaluasi berarti mempelajari bagaimana proses pemberian pertimbangan mengenai kualitas sesuatu. Tujuan evaluasi adalah untuk menentukan kualitas sesuatu, terutama yang berkenaan dengan “nilai dan arti”.
MENGENAI PEMBUATAN SOALNYA, INILAH LANGKAH-LANGKAHNYA
Agar soal yang disiapkan oleh setiap guru menghasilkan bahan ulangan/ujian yang sahih dan handal, maka harus dilakukan langkah-langkah berikut, yaitu: (1) menentukan tujuan tes, (2) menentukan kompetensi yang akan diujikan, (3) menentukan materi yang diujikan, (4) menetapkan penyebaran butir soal berdasarkan kompetensi, materi, dan bentuk penilaiannya (tes tertulis: bentuk pilihan ganda, uraian; dan tes praktik), (5) menyusun kisi-kisinya, (6) menulis butir soal, (7) memvalidasi butir soal atau menelaah secara kualitatif, (8) merakit soal menjadi perangkat tes, (9) menyusun pedoman penskorannya (10) uji coba butir soal, (11) analisis butir soal secara kuantitatif dari data empirik hasil uji coba, dan (12) perbaikan soal berdasarkan hasil analisis.

Pentingkah RPP dalam Pembelajaran?


Ada diskusi sangat menarik di sebuah Forum Guru Republik Indonesia beberapa hari yang lalu. Diskusi itu dipicu oleh postingan salah satu anggotanya. Dalam postingannya dia menuliskan kata provokatif berikut ini: Guru profesional adalah guru yang mampu mengajar tanpa RPP!.Kontan saja postingan ini mendapat tanggapan yang beragam. Dari yang `melawan` sampai yang memberikan pembenaran-pembenaran terhadapnya.
Saya memandang diskusi ini sangat menarik karena paling tidak terhadap dua alasan yang melatar belakanginya. Pertama, dalam satu sisi, pernyataan di atas mungkin benar adanya, mengingat kenyataan di lapangan RPP hanya menjadi prasyarat administrasi. RPP hanya dijadikan sebagai alat dan bukti kalau guru telah menyiapkan materi dalam jangka waktu tertentu (1 semester). Dalam hal yang lebih birokratis, sebagai prasyarat penting bagi kenaikan pangkat dan angka kredit.
Kecenderungan-kecenderungan pemenuhan syarat administrasi di atas kadang menjadikan sebagian guru memilih jalan termudah: copy paste. Comot sana comot sini yang penting ada bukti fisik RPP. Atau meminta bantuan orang cerdas semacam mbah google, kemudian mendownload RPP yang sudah jadi,mengganti kepemilikan menjadi dirinya, menjilidnya rapi dan melegalisasinya di TU. Dalam konteks ini kemudian RPP tidak banyak membantunya dalam pembelajaran.Hanya menjadi tumpukan-tumpukan kertas yang kadang tidak sempat disentuh,apalagi terbaca (pengalaman pribadi).
Lantas dari mana guru mendapat acuan pembelajarannya. Bukankah RPP laksana route map yang memetakan dari mana kita berangkatnya dan dengan apa mencapai tujuan pembelajarannya?. Memang, pengalaman pribadi saya, menunjukkan bahwa tanpa RPP pun seorang guru  dapat mengajar. Tanpa RPP pun seorang guru mampu menyelesaikan target materi, tanpa `membuat` RPP pun seorang bisa naik pangkat, namun apakah pemenuhan itu ujung dari keberadaan kita sebagais eorang guru.
Tidakkah kita pernah bertanya, apakah pembelajaran kita aman-aman saja, tidak menubruk sana sini, atau tidak terjebak satu sisi pemahaman dan mengaburkan pemahaman yang lainnya? Atau tidak melayang kemana-mana tanpa arah? Mengingat seorang guru yang tidak memiliki gambaran atas apa yang akan dilakukan justru kelebihan waktu dan hanya ingin menunggu lonceng berbunyi semata?
Okey lah mungkin kita termasuk bagian dari book slave, budak buku paket, yang mengajar bukan atas RPP yang kita buat namun berdasar buku paket dan semacamnya. Bisa jadi kita dalam kondisi ini mengajar tanpa RPP pun bisa jalan.Cukup mengetahui pelajaran mana yang akan kita sampaikan, beri penjelasan,bisa penjelasan yang comprehensive atau sekedarnya, diakhiri perintah kita bagi siswa untuk mengerjakan latihan soal. Kalau demikian kita tidak ubahnya laksana robot yang mengikuti alur sebuah buku dari satu halaman kehalaman berikutnya. Bukulah yang menentukan apa yang harus dan tidak harus kita ajarkan. Lantas dimana kemerdekaan kita sebagai guru, dimanakah letak kreatifitas kita jika dalam soal kecil saja kita harus didikte oleh buku paket dan perusahaan pembuatnya.? Sebenarnya buku paket hanya sebagian alat bantu pembelajaran kita, yang utama bagaimana kemampuan kita mengorkestrasi serangkaian bahan dan sumber belajar menjadi harmony pembelajaran yang dahsyat.
Latar belakang kedua adalah bahwa RPP sangat penting perannya dalam pembelajaran. Ialah yang akan menjadi salah satu acuan penting bagaimana seharusnya pembelajaran dilaksanakan dengan alat, metode dan tujuan-tujuan tertentu. Inilah manual pembelajaran kita yang akan memudahkan kita mengelolah kelas. RPP tidak akan hanya member kesempatan kita menyajikan pembelajaran yang lebih baik, namun yang terpenting adalah adanya kesempatan untuk melakukan refleksi atas apa yang telah dibelajarkan selama ini.
Inilah sesungguhnya peran penting RPP sebagai bahan refleksi pembelajaran.Harapannya akan ada perbaikan pembelajaran di episode-episode selanjutnya. Selama ini memang kita dituntut untuk mampu membuat RPP yang efektif dalam penyampaian dan efisien dalam penggunaan waktunya. Namun, tanpa kita sadari sesungguhnya kita tidak pernah memprediksikan apa yang akan terjadi saat pembelajaran dalam RPP tersebut. Hal inilah yang sering menjadikan RPP kehilangan Rohnya. Lahanya lembaran kertas yang tidak mampu banyak membantu kendala-kendala yang kita hadapi di ruang kelas.
Kedepannya, alangkah baiknya jika RPP kita dilengkapi dengan gambaran kelas dan segala yang berada di dalamnya. Semisal potensi, kecenderungan, kendala yang mungkin kita hadapi di dalam kelas tersebut. Semoga diskusi ini semakin menyadarkan saya dan guru lainnya akan arti penting persiapan dalam pembelajaran. Pemeo guru menang semalam, sudah seharusnya kita buang jauh-jauh, karena kini kita menghadapi murid yang berbeda dan dapat dengan mudah mendapat pengetahuan sebagaimana kita dulu. Akhirnya mari kita buat RPP kita sendiri sesuai dengan pengalaman dan refleksi kita selama prose KBM dilaksanakan plus evaluasi atas segala hal yang dialami saat mengajar, sehingga hasil yang diharapkan maksimal.


Contextual Teaching and Learning (Pembelajaran Kontekstual)


Contextual teaching and learning atau pembelajaran kontekstual merupakan bagian dari pembelajaran kooperatif. Untuk itu sebelumnya dijelaskan pengertian dari pembelajaran kooperatif (cooperativ learning).
a.    Definisi Cooperatif Learning. 
Menurut Lie (2008: 28) “falsafah yang mendasari penerapan pembelajaran cooperatif learning dalam pendidikan adalah manusia sebagai makhluk sosial, sehingga kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup”. Perbedaan pembelajaran cooperatif learning dengan pembelajaran kelompok adalah bahwa dalam pembelajaran cooperatif learning terdapat 5 unsur yang harus diterapkan yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, kesempatan bertatap muka dan berdiskusi, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok.
Lebih lanjut Lie (2004) menyatakan “Pembelajaran cooperatif learning adalah suatu metode pembelajaran yang menekankan siswa lebih aktif daripada guru”. Sistem pembelajaran ini mengajak siswa untuk aktif didalamnya, kreatif dan belajar menerima keragaman. Jadi siswa dituntut kekompakannya untuk bekerjasama satu dengan yang lainnya dan saling bertanggung jawab. Jadi keberhasilan belajar dalam pendekatan ini bukan hanya ditentukan oleh kemampuan individual secara utuh. Melainkan perolehan itu akan berhasil bila dilakukan bersama-sama dalam kelompok kecil yang terstruktur dengan baik. 
b.    Definisi Contextual Teaching and Learning
Menurut Agus (2005:29), pembelajaran dengan Pendekatan contextual teaching and learning (CTL) adalah peran guru dalam proses pembelajaran diharapkan dapat membantu siswanya membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang telah dimiliki sebelum dengan pengetahuan yang baru dan menjadikan siswa mampu menggunakan pemahamannya untuk mengembangkan dan menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi siswa.
Selanjutnya menurut Nurhadi (2003: 63) dinyatakan bahwa pendekatatan CTL adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia guru keseharian siswa ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan dengan penerapan dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkontruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan dalam kehidupan sebagai anggota masyarakat 
Berkaitan dengan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pendekatan CTL adalah system yang holistic (menyeluruh) yang dapat meningkatkan kemampuan pembelajaran dalam membangun makna yang dipelajarinya. Dalam pembelajaran CTL maka siswa dapat menguatkan, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan keterapilan akademik dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar masalah-masalah yang diasimilasikan.
Pendekatan CTL menurut Umedi (2002: 42), merupakan konsep belajar yang membantu guru mangaitkan materi diajarkannya dengan situasi yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai pembelajaran efektif. Yakni, kontruksivisme (Contructivisme), bertanya (Quistioning), Menemukan (Inquiri), Masyarakat Belajar (Learning Community), Pemodelan (Modeling), Refleksi (Refleksion), dan Penilaian Sebenarnya (Authentic Assessement)”.
Berkaitan dengan pendapat tersebut, Pendekatan CTL adalah system yang holistic (menyeluruh) yang dapat meningkatkan kemampuan pembelajaran dalam membangun makna yang dipelajarinya. Dalam pembelajaran CTL maka siswa dapat menguatkan, memperluas dan menerapkan pengetahuan dan keterapilan akademik dalam berbagai macam tatanan dalam sekolah dan luar masalah-masalah yang diasimilasikan. Dan pembelajaran CTL ini terjadi apabila siswa menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada masalah sehari-hari  yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagi makhluk hidup dalam suatu ekosistem (Nurhadi, 2003: 73).
c.    Faktor-faktor yang Mendukung Pembelajaran Kontekstial
Menurut Sanjaya (2005: 37), ada tiga hal yang perlu dipahami dalam penerapan Pendekatan CTL, yaitu Pertama, Pendekatan CTL menekankan kepada proses keterlibatan siswa untuk menentukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman langsung. Proses belajar dalam konteks. Pendekatan CTL tidak mengharapkan agar siswa hanya menerima pelajaran, akan tetapi proses mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran. Kedua, Pendekatan CTL mendorong agar siswa dapat menemukan  hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan dengan pengalaman belajkar di sekolah dengan kehidupan nyata. Ketiga,  Pendekatan CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan, artinya Pendekatan CTL mendorong siswa untuk dapat menerapkan dalam kehidupan, artinya Pendekatan CTL bukan hanya mengahap siswa dapat memahami materi yang dipelajarinya akan tetapi meteri pelajaran itu dapat mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.

Arti Sebuah Senyuman Seorang Guru


Sering kali keluguan dan kejujuran anak-anak membukakan sebuah kenyataan. Hal ini pula yang saya alami sesaat setelah mendengar cerita dari Muhammad Taffarel Al Ghazali. Dia bercerita tentang sekolah yang membuatnya bahagia dan betah berada di dalamnya. Bukan sekolah yang mewah dengan fasilitas segudang,atau bukan pula sekolah dengan guru-guru terbaik bergelar sejagad. Bukan itu ternyata, ianya hanyalah sebuah sekolah yang guru-gurunya selalu menebar senyum dan keramahan padanya. Senyum dan keramahan itulah yang membuatnya merasa nyaman dan aman berada di dalamnya. Dan itulah sekolah yang baik baginya.
Muhammad Taffarel Al Ghazali ini mencoba membandingkan sekolahnya saat ini (sebuah Sekolah dasar negeri) dengan sekolah yang baru  di kenalnya tadi. Bukan tanpa alasan jika dia membandingkan dan kemudian menarik kesimpulan semacam itu. Kesimpulannya tidak datang tiba-tiba,mengingat ada sebuah peristiwa yang melatarbelakanginya. Suatu pagi, dia pulang kerumah membawa sebuah tangisan dengan ekspresi wajah aneh. Ekspresi wajahnya  mengguratkan ketakutan dan rasa bersalah yang dalam. Setelah di Tanya barulah dia menjelaskan alasan dibalik kepulangannya pagi itu. Rupanya sang guru membentaknya di depan teman-temannya. Hanya  karena dia tidak membawa buku PR Matematikanya. Kemudian dijelaskan kepada saya mengapa dia tidak membawanya,alasannya cukup rasional,karena pada hari itu tidak ada pelajaran Matematika. Keputusannya untuk tidak membawa buku Matematika dalam hal ini benar adanya. Dia mencoba menaati aturan-aturan yang dibuat bersama dengan guru dan kelasnya. Sejak peristiwa itu dia selalu diliputi oleh ketakutan dan kekawatiran akan amarah sang guru. Tangisan adalah ungkapan emotionalnya jika lupa membawa sesuatu atau salah melakukan sesuatu sesuai perintah gurunya. Saya sangat bersedih ,karena peristiwa itu telah melumpuhkan salah satu syaraf percaya dirinya.
Dan cerita diatas mengingatkan saya pada sebuah cerita lain berjudul The Little Boy. Seorang anak kecil yang datang ke sekolah dengan perasaan senang dan bahagia. Rasa-rasanya tidak ada hari sebahagia saat pertama kali mengenyam bangku sekolah itu.Suatu pagi,gurunya berkata”hari ini kita akan menggambar”. “Horee” jawab The Litle Boy.Dia memang senang sekali menggambar,dari singa,macan,ayam sampai sapi. Lalu mulailah dia mengambil crayon dan menggores-goreskan  di buku gambarnya.Tapi,” tunggu,waktunya belum mulai”seru gurunya.”Sekarang,kita akan menggambar bunga”kata gurunya.”Horee”,jawab the little boy yang suka menggambar bunga. Dia mulai membuat bunga dengan warna pink dan kuning. Namun gurunya berkata,”Tunggu,akan aku tunjukkan bagaimana caranya”!. Sang guru menggambar sebuah bunga di papan,berwarna merah dengan batangnya yang berwarna hijau.”Ini dia contoh bunganya,sekarang silahkan menggambar!”pintanya lagi.
The little boy melihat gambar gurunya dan kemudian melihat gambarnya sendiri,dia lebih suka gambarnya dari pada gambar gurunya,namun ia tidak katakan hal ini pada gurunya.Lalu ia meremas-remas kertas gambarnya dan membuat gambar sebagaimana contoh dari gurunya.
Akhirnya The Little Boy dan keluarganya pindah ke daerah lain. Dan pergi ke sekolah baru. Sekolahnya yang baru lebih besar namun tidak memiliki pintu. Suatu pagi,gurunya datang dan berkata” hari ini kita akan membuat sebuah gambar!”. Horee jawab the little boy. Dan dia menunggu instruksi gurunya lebih lanjut.Namun sang guru tidak berkata apa-apa,dia hanya berjalan keliling kelas,dari satu meja ke meja lainnya. Saat dia sampai di meja the little boy,sang guru berkata “tidakkah anda ingin membuat sebuah gambar?. “ya, katathe little boy. “Gambar apa yang akan kita buat? Kata the little boy. “Saya tidak tahu kalau tidak engkau beri contoh!”,kata  the little boy lagi.”Bagaimana cara membuatnya? Rengek sang  little boy. “Dan warnanya bagaimana? “warnanya yang kamu sukai?jawab sang guru. Kemudian gurunya bertanya”Jika semua siswa membuat gambar yang sama,warna yang sama,apakah saya tahu siapa membuat apa,mana punyamu dan mana punya temanmu? Kata gurunya lagi.”Saya tidak tahu” jawab the little boy. Dan anak itu akhirnya membuat bunga berwarna pink dengan batang berwarna kuning dan bunga berwarna biru.sang anak kecil itu menyukai sekolahnya yang baru,meski tidak memiliki daun pintu!”.
Dari dua cerita tersebut diatas, kita menyaksikan sekolah-sekolah yang  telah kehilangan sifat kekanak-kanakannya dewasa ini.  Sekolah bukan lagi menjadi tempat terindah kedua bagi anak,melainkan kadang berubah menjadi penjara yang mematikan kreatifitas yang ada di dalamnya. Anak-anak menjadi robot yang dikendalikan oleh sebuah system kaku bernama kurikulum. Pendidiknya berlomba-lomba mengejar target –target akademik yang kadang menisbihkan sifat kekanakan anak-anak yang butuh bermain, sentuhan,kasih sayang dan gurauan. Akibat dari tidak banyak tersentuhnya sisi-sisi emotional semacam ini sekolah menjadi kering bahkan menjadi tempat tidak nyaman. Konon untuk melihat apakah sekolah itu menyenangkan atau tidak, pengujinya sangat sederhana. Lihatlah respon yang diberikan oleh anak didik saat bel panjang tanda pelajaran selesai berbunyi. Jika bunyi bel itu dibarengi dengan tepuk tangan atau  luapan kegembiraan lainnya, bisa dipastikan kelasnya tidak nyaman alias menjemuhkan,atau pada tahap yang lebih ekstrim kelas yang memenjarakan. Pengalaman seorang kolega berikut di pendidikan Jepang mungkin bisa menginspirasi kita.
Sebentar lagi kita akan menyaksikan euphoria anak-anak tersebut sekeluarnya dari sekolah (kelulusan UNAS). Pawai bermotor, aksi corat-coret, tawuran, bahkan aksi non etis lainnya yang banyak kita temui di seantero Indonesia. Mereka seolah-olah menjadi bringas, tak beraturan dan dalan kasus tertentu tidak beradab Itulah ekspresi kegembiraan mereka setelah terkungkung dalam “penjara “ bernama kelas. Memang ini bukan semata-mata akibat pendidikan di sekolah, namun peran sekolah tidak kecil adanya dalam pembentukan karakter anak tersebut.
Masihkah kita berdiam diri dalam kenyataan pahit ini? Relakah kita jika anak-anak didik kita hanya menjadi penebar terror macam gang motor, penjual sensualitas berbalut video porno. Saya yakin hati kecil kita menangis,melihat semua kebobrokan ini. Kitalah yang diharapkan menjadi pilar utama perubahan itu,kitalah yang menjadi harapan terakhir bangkitnya generasi-generasi emas yang akan membawa kejayaan majapahit dan sriwijaya ke pentas dunia. Kitalah yang memiliki peluang besar untuk mengukir sejarah besar itu kemudian hari. Ya,dari prilaku dan kepengasuhankitalah anak-anak bringas dan tidak berbudaya itu akan kembali kepangkuan pendidikan yang sebenarnya: menumbuhkan kesadaran dan kemuliaan budi pekerti.Semoga kita bisa menjadi contoh yang baik dari generasi yang banyak harinya diisi oleh kegalauan akan karut marutnya bangsa ini. Semoga kita bisa menjadi contoh nyata,saat mereka kehilangan pegangan dan tauladan oleh keganasan prilaku tak bermoral dan korup para pemimpin negeri ini. Dan berbanggalah,karena kitalah yang dinanti perannya untuk melahirkan generasi emas bagi Indonesia yang lebih baik. Bangkitlah guruku,selama mentari terbit di ufuk timur kita selalu tersenyum penuh harapan.




Amazing Camp