href='http://www.blogger.com/favicon-image.g?blogID=5195730972603891725' rel='icon' type='image/x-icon'/>

Selamat Datang/Wilujeng Sumping

Selamat datang di blog ini semoga mampu memberi manfaat bagi kita semua

Memory in al-fatah

Album Foto Sdit Al Fatah Slideshow: Nana’s trip from Bekasi, Java, Indonesia to Jakarta was created by TripAdvisor. See another Jakarta slideshow. Take your travel photos and make a slideshow for free.

Sabtu, 11 Mei 2013

UJI KOMPETENSI GURU 2013


UJI KOMPETENSI GURU TAHUN 2013

Oleh: IDRIS APANDI, M.Pd

Tahun ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) akan melaksanakan Uji Kompetensi Guru (UKG) bagi guru yang belum disertifikasi. Kegiatan ini diselenggarakan mulai tanggal 27 Mei sampai dengan 8 Juni 2013. Tercatat sebanyak 623.489.000 guru TK sampai dengan SMA/SMK yang ikut pendaftaran uji kompetensi. Surat Badan Pengembangan Sumber Daya Pendidikan dan Kebudayaan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPK PMP) nomor 05503/J2/LL/2013 menyatakan bahwa sehubungan dengan tidak adanya mata pelajaran TIK pada struktur kurikulum SMP dan SMA tahun 2013, maka UKG tahun 2013 tidak ada mata uji TIK. Oleh Karena itu, peserta UKG mata pelajaran TIK dapat mengubah ke mata pelajaran lain sesuai dengan ketentuan dan persyaratan peserta sertifikasi guru.

Landasan UKG
Berdasarkan Pedoman UKG Tahun 2013, landasan pelaksanaan UKG meliputi beberapa aspek sebagai berikut :

1. Aspek Filosofi
  1. Hak masyarakat dan peserta didik untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas;
  2. Diperlukan guru yang berkualitas untuk pendidikan yang berkualitas;
  3. Peserta didik harus terhindar dari proses pembelajaran yang tidak berkualitas;
  4. Membangun budaya mutu bagi guru;
  5. Untuk memastikan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sesuai dengan standar yang ditetapkan;
  6. Hakikat sebuah profesi:
  1. Profesi guru merupakan profesi khusus, yang memerlukan persyaratan kompetensi khusus pula;
  2. Kompetensi guru yang bersifat khusus itu memerlukan perlakuan yang khusus pula. Uji kompetensi guru merupakan salah satu cara untuk memberikan layanan pembinaan dan pengembangan profesi guru yang baik kepada guru;
Penyandang profesi guru menerima penghargaan dan kesejahteraan yang bersifat khusus. Karena itu perlu ada keseimbangan antara kompetensi yang mereka miliki dengan penghargaan dan kesejahteraan yang diterima;

2. Aspek Teoretis Pedagogik
  1. Penilaian kinerja guru adalah penilaian dari tiap butir kegiatan tugas utama guru dalam rangka pembinaan karir kepangkatan dan jabtannya;
  2. Pembinaan dan pengembangan profesi guru hanya dapat dilakukan secara efektif jika berbasis pada pemetaan kompetensi guru;
  3. Uji kompetensi guru berfungsi sebagai pemetaan kompetensi guru (kompetensi pedagogik dan profesional);
  4. Untuk membangun eksistensi dan martabat sebuah profesi diperlukan mutu atau kualitas para anggota yang tergabung dalam profesi tersebut. Mutu atau kualitas diperoleh dari upaya pengembangan keprofesian berkelanjutan dan pengendalian yang dilaksanakan secara terus menerus dan tersistem. Upaya pengendalian yang dilaksanakan dilakukan melalui pengujian dan pengukuran. Profesi guru akan bermutu jika secara terus menerus dilakukan pengujian dan pengukuran terhadap kompetensi guru melalui uji kompetensi.
  5. Ukuran kinerja dapat dilihat dari kualitas hasil kerja, ketepatan waktu menyelesaikan pekerjaan, prakarsa dalam menyelesaikan pekerjaan, kemampuan menyelesaikan pekerjaan, dan kemampuan membina kerjasama dengan pihak lain (TR Mitchell, 2008).
  6. Pengembangan keprofesian berkelanjutan merupakan upaya peningkatan profesionalitas guru yang didasarkan atas hasil penilaian kinerja guru dan kompetensi guru.

3. Aspek Empirik Sosial
  1. Pembinaan dan pengembangan profesi guru tanpa didasari data bukti-bukti empirik atas kompetensi guru dapat membuat penyelenggaraan pengembangan keprofesian berkelanjutan dalam bentuk pelatihan guru akan kehilangan fokus;
  2. Beberapa studi membuktikan bahwa uji kompetensi guru berdampak positif pada perbaikan kinerja guru dan peningkatan mutu pendidikan;
  3. Kepercayaan masyarakat terhadap harkat dan martabat guru semakin tinggi, dihubungkan dengan kinerja guru dan dampaknya terhadap kualitas pendidikan.

Tujuan UKG
Tujuan UKG ada 4 (empat) yaitu; (1) untuk pemetaan kompetensi guru (kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional), (2) untuk melaksanakan program pembinaan dan pengembangan profesi guru dalam bentuk kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan, (3) sebagai entry point PLPG, dan (4) sebagai alat kontrol penilaian kinerja guru.
Pada Pedoman UKG Tahun 2013 disebutkan bahwa UKG mengukur kompetensi dasar tentang bidang studi (subject matter) dan pedagogik dalam domain content. Kompetensi dasar bidang studi yang diujikan sesuai dengan bidang studi sertifikasi (bagi yang sudah bersertifikat pendidik) dan sesuai dengan kualifikasi akademik guru (bagi guru yang belum bersertifikat pendidik). Kompetensi pedagogik yang diujikan adalah integrasi konsep pedagogik ke dalam proses pembelajaran bidang studi tersebut dalam kelas.
Uji kompetensi guru berfungsi sebagai pemetaan kompetensi guru (kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional). Adapun untuk bisa ikut sertifikasi, harus mengacu pada aturan yang ada, yakni melihat usia dan golongan masa kerja. Jadi tidak semua guru yang lulus UKG nanti akan otomatis menjadi peserta Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG). Peserta sertifikasi tahun 2013, selain peserta yang lulus UKG 2013, yang juga diprioritaskan ialah guru yang gagal di UKA 2012, tetapi sudah mengikuti pelatihan, serta guru yang tidak lulus dalam pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG) tahun 2011.
Dalam konteks peningkatan dan pengembangan profesionalisme guru, hasil UKG bisa menjadi dasar bagi Kemdikbud untuk merancang program yang sesuai dengan kebutuhan guru. Pembinaan dan pengembangan profesi guru hanya dapat dilakukan secara efektif jika berbasis pada pemetaan kompetensi guru.

Aspek Kompetensi yang Diujikan

a. Kompetensi Pedagogik

Standar kompetensi pedagogik sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru sebagai berikut:
  1. Mengenal karakteristik dan potensi peserta didik;
  2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang efektif
  3. Merencanakan dan mengembangkan kurikulum;
  4. Melaksanakan pembelajaran yang efektif;
  5. Menilai dan mengevaluasi pembelajaran
Kompetensi yang diinginkan adalah konsistensi penguasaan pedagogik antara content dengan performance, yaitu bukan sekedar penguasaan guru tentang pengenalan peserta didik, model belajar, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, tetapi tes yang mampu memprediksi bagaimana guru mengintegrasikan kelimanya dalam pembelajaran.
b. Kompetensi Profesional
  1. Penguasaan materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu;
  2. Mengembangkan keprofesian melalui tindakan reflektif;
  3. Konsistensi penguasaan materi guru antara content dengan performance:
  • Teks, konteks, dan realitas;
  • Fakta, konsep, dan prosedur;
  • Ketuntasan tentang penguasaan filosofi, asal-usul, dan aplikasi ilmu.

Mata Uji dan Kisi-kisi
Mata uji disesuaikan dengan S-1/D-4 yang dimiliki. Bagi guru yang belum memiliki kualifikasi akademik S-1/D-4, sesuai dengan mata pelajaran yang diampu. Peserta UKG hanya mendapatkan soal ujian sesuai dengan mata pelajaran yang telah ditentukan. Informasi mata uji peserta UKG masing-masing peserta dan kisi-kisi dapat lihat pada lamanhttp://www.sergur.kemdiknas.go.id.
Kisi-kisi dan soal UKG dijabarkan berdasarkan:
  1. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru;
  2. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi;
  3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor;
  4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 32 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Pendidikan Khusus;
  5. Keputusan Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Nomor 251/C/KEP/MN/2008 tentang Spektrum Keahlian Pendidikan Menengah Kejuruan;

Peserta UKG
Persyaratan Peserta UKG sebagai berikut:
  1.  Guru yang belum memiliki sertifikat pendidik;
  2. Guru PNS dan bukan PNS (GTY) yang mengajar di sekolah swasta atau honorer di sekolah negeri yang diangkat oleh Bupati/Walikota;
  3. Memiliki NUPTK;
  4. Mengajar mata pelajaran sesuai dengan kualifikasi akademik dan sesuai dengan bidang studi yang disertifikasi.
Online dan Manual
UKG dilaksanakan dengan menggunakan dua sistem, yaitu sistem online dan sistem manual. Sistem Online dilaksanakan pada daerah yang terjangkau jaringan internet dan memiliki laboratorium komputer yang terhubung ke jaringan intranet.Sedangkan sistem manual dilaksanakan pada daerah yang tidak terjangkau jaringan internet dan tidak memiliki laboratorium komputer yang terhubung dalam jaringan intranet. Soal UKG terdiri dari 100 soal. Komposisi soalnya meliputi 30% kompetensi pedagogik dan 70% kompetensi profesional. Waktu yang yang disediakan selama 120 menit kecuali untuk guru tuna netra waktu yang diberikan selama 180 menit.
Berkaitan dengan penyelenggaraan UKG secara online, hal yang perlu diantisipasi oleh Kemdikbud adalah persiapan infrastrukturnya. Pengalaman UKG tahun 2012 dimana banyak Tempat Uji Kompetensi (TUK) yang bermasalah harus diantisipasi. Masalah yang terjadi pada saat UKG antara lain; server internet yang error, soal yang tidak lengkap, pilihan jawaban yang tidak sesuai dengan soal, gambar pada soal yang tidak muncul, dan sebagainya. Selain itu, hal yang perlu diantisipasi adalah peserta UKG yang belum paham mengoperasikan komputer. Oleh karena itu, perlu pendampingan dari operator TUK atau pengawas UK agar mereka bisa mengerjakan soal UKG dengan baik. Atau dia sendiri yang dari selarang mulai belajar komputer.
Berbagai masalah teknis seperti tersebut di atas, jika tidak diantisipasi dikhawatirkan akan mempengaruhi kondisi psikologis peserta UK, karena bagi mereka, UKG merupakan harapan untuk mengikuti sertifikasi. Diakui atau tidak, hampir bagi sebagian besar guru sertifikasi adalah harapan untuk meningkatkan kesejahteraan.
Guru-guru yang sudah tercatat sebagai peserta UKG diharapkan mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya agar pada waktunya bisa mengikuti UKG juga dengan baik. Penulis yakin, apa yang nanti diujikan tidak akan lepas dari ruang lingkup kompetensi pedagogik kompetensi profesional sebagaimana diatur dalam Permendiknas Nomor 16 tahun 2007 tentang Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

Penulis, Widyaiswara Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) Jawa Barat

Selasa, 07 Mei 2013

JARAK IDEALISME KURIKULUM DAN REALITAS


Jarak Idealisme Kurikulum dan Realitas
Senin, 6 Mei 2013 | 11:25 WIB


Pengantar

Perubahan Kurikulum 2006 menjadi Kurikulum 2013 disikapi berbeda oleh berbagai pihak. Sejauh mana kurikulum itu mendesak diterapkan di tengah problematika guru dan infrastruktur pendidikan? Litbang Kompas menyelenggarakan Survei Guru dan Kualitas Pendidikan Nasional 2013 untuk melihat sejauh mana kesenjangan terjadi. Analisis survei akan dipaparkan secara terpisah dalam 5 tulisan dan diturunkan setiap hari Sabtu dan Senin selama 3 minggu ke depan.      ***

Pendidikan adalah harapan. Rencana penerapan Kurikulum 2013 mekar dengan harapan itu. Indonesia ditargetkan mampu menjawab tantangan masa depan peradaban yang berbasis pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Alih-alih menebar harapan yang sama, penerapan Kurikulum 2013 menuai polemik.

Di atas kertas, muatan idealisme Kurikulum 2013 berjarak dengan realitas praktik pendidikan di daerah.

Kurikulum 2013 bertitik tolak dari gagasan untuk merebut peluang bonus demografi dalam tiga dekade mendatang. Tujuan kurikulum ini adalah mencetak generasi 2045 yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Dengan pendekatan tematik integratif, kurikulum ini mengembangkan kompetensi inti sebagai integrator horizontal yang mengikat keseluruhan mata pelajaran dan jenjang pendidikan sebagai kesatuan.

Dalam praktiknya di tingkat SD-SMP, kurikulum ini meleburkan materi sejumlah mata pelajaran ke dalam mata pelajaran lain. Jumlah mata pelajaran pun berkurang sehingga struktur kurikulum terkesan padat dan ringkas.

Sebagai strategi pendidikan, Kurikulum 2013 diposisikan sebagai simpul kritis dalam proses konsolidasi demokrasi. Dalam salah satu artikelnya, Wakil Presiden Boediono memaparkan bahwa pendidikan merupakan kunci pembangunan penentu kemajuan bangsa (Kompas, 27/8/2012). Rumusan kurikulum baru ini memang terinspirasi dari pengalaman Amerika Serikat yang menempatkan institusi pendidikan sebagai pilar utama demokrasi.

Secara substantif, gagasan ini menempatkan anak didik dalam dua sisi peran, yakni sebagai warga negara penopang sistem demokrasi sekaligus sumber daya manusia pemutar sistem ekonomi. Pendidikan umum membekali anak didik dengan sikap dan keterampilan dasar (soft skills) untuk berkarya menjadi warga negara negara yang baik. Sementara itu, pendidikan khusus memberikan kemampuan siap kerja (hard skills) di bidang-bidang tertentu.

Pemerintah juga mempersiapkan strategi demi kesesuaian antara kurikulum baru ini dengan latar belakang guru yang beragam. Terdapat tiga unsur pendukung pelaksanaan, yakni ketersediaan buku sebagai panduan bahan ajar dan sumber belajar, penguatan peran pemerintah daerah dalam pembinaan dan pengawasan, dan penguatan manajemen budaya sekolah.

Saat ini, tengah dibentuk tim utama yang terdiri dari guru-guru inti sebagai ujung tombak pelaksanaan kurikulum baru di lapangan.

Berjarak dengan realitas

Namun, tampaknya jurus di atas masih kuat di atas kertas. Relevansi kebijakan pendidikan nasional di satu sisi dengan kondisi infrastruktur pendidikan di sisi lain menjadi tema sentral dalam Survei Kompas mengenai Guru dan Kualitas Pendidikan Nasional 2013. Survei ini menjaring opini 512 guru dari SD dan SMP negeri dan swasta di delapan ibu kota provinsi.

Hasilnya, secara garis besar kebijakan pemerintah di bidang pendidikan merupakan hal yang relatif ketika dihadapkan pada kemampuan guru di daerah.

Sejumlah kebijakan, seperti penyediaan sarana dan prasarana sekolah, perubahan kurikulum dari masa ke masa, sertifikasi guru, dan standardisasi ujian nasional, merupakan kebijakan makro yang manfaatnya berjarak dengan praktik pendidikan dalam keseharian guru dan murid. Sertifikasi guru, misalnya, tidak menyentuh langsung aspek kemampuan dan karakter individual guru. Sebagian besar guru dinilai masih bertipe mediocre yang cenderung memiliki keterbatasan dalam pengayaan materi dan metode pengajaran. Peran guru pun sebatas pelaksana kurikulum, bagian dari birokrasi pendidikan.

Kondisi ini menyebabkan Kurikulum 2013 menjadi problematik dalam pelaksanaannya mengingat kurikulum ini mensyaratkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) yang memadai. Apalagi, guru memperlihatkan orientasi nilai yang kompleks, dengan kontinum pemahaman beragam, yakni konservatif dalam nilai keagamaan di satu sisi, namun liberal dalam pemahaman pendidikan.

Menjelang dua bulan pelaksanaan, sosialisasi Kurikulum 2013 masih kedodoran di lapangan. Survei memperlihatkan sosialisasi masih sangat minim di sejumlah wilayah. Sosialisasi baru sebatas formalitas pada SD-SMP favorit papan atas di wilayah perkotaan. Itu pun tidak mampu menjamin pemahaman yang optimal terhadap Kurikulum 2013.

Padahal, perubahan kurikulum ini membutuhkan perubahan paradigma berpikir guru terkait pendekatan dan teknik pengajaran, terutama pada mata pelajaran yang terintegrasi, seperti IPA, IPS, dan Bahasa. Selain itu, perubahan struktur kurikulum juga memunculkan sejumlah persoalan teknis seperti jam mengajar per minggu guru sertifikasi yang tidak terpenuhi dan kelebihan tenaga guru akibat sejumlah mata pelajaran dihilangkan.

Idealnya, Kurikulum 2013 diikuti dengan pelatihan guru agar idealisme baru dapat tertangkap lebih utuh dan dilaksanakan optimal. Kemampuan pengajaran para guru saat ini masih merupakan hasil dari pendidikan tinggi keguruan yang mengacu pada kurikulum lama, yakni guru di tingkat SD dididik untuk menguasai berbagai bidang yang diajarkan di tingkat SD. Sementara itu, guru SMP diarahkan untuk memiliki kebidangan.

Kebingungan teknis semacam itu mencerminkan bahwa perubahan kurikulum perlu dilakukan secara bertahap. Kontroversi yang berkembang seputar Kurikulum 2013 selama ini tidak terlepas dari perbedaan pandangan antara pemerintah sebagai penentu kebijakan di tingkat pusat dan kesiapan guru sebagai pelaksana di daerah yang memiliki kemampuan berbeda-beda.

Bingkai demokratisasi

Saat ini, pemerintah telah menurunkan target implementasi Kurikulum 2013. Pada tingkat SD dari 30 persen menjadi 5 persen, jenjang SMP dari 20 persen menjadi 7 persen. Kurikulum baru diterapkan di kelas I dan IV di tingkat SD dan kelas VII di jenjang SMP. Adapun di tingkat SMA/SMK tetap 100 persen di kelas X, artinya diterapkan di 11.572 SMA dan 10.685 SMK di seluruh Indonesia.

Berkaca dari pengalaman sebelumnya, penetapan Kurikulum 2013 adalah perubahan kurikulum yang ketiga kali sejak masa reformasi 1998. Secara substansial, belum terlihat visi yang hendak dicapai terkait dengan bingkai demokratisasi. Sekolah masih bergulat mempersoalkan teknis standardisasi dan evaluasi hasil pendidikan. Persoalan inilah yang harus dijernihkan dulu supaya Kurikulum 2013 itu tidak sekadar menjadi macan kertas. 

(Indah Surya Wardhani/Litbang Kompas)

Amazing Camp