href='http://www.blogger.com/favicon-image.g?blogID=5195730972603891725' rel='icon' type='image/x-icon'/>

Selamat Datang/Wilujeng Sumping

Selamat datang di blog ini semoga mampu memberi manfaat bagi kita semua

Memory in al-fatah

Album Foto Sdit Al Fatah Slideshow: Nana’s trip from Bekasi, Java, Indonesia to Jakarta was created by TripAdvisor. See another Jakarta slideshow. Take your travel photos and make a slideshow for free.

Kamis, 03 Juli 2014

ANAK CERMIN ORANG TUANYA

Dalam majalah “Family Guide” menjelaskan beberapa sifat anak yang mencerminkan tentang siapa dan bagaimana sesunguhnya orang tuanya itu antara lain sebagai berikut:
     1. Jika anakmu BERBOHONG,itu karena engkau MENGHUKUMNYA terlalu BERAT.
     2. Jika anakmu TIDAK PERCAYA DIRI,itu karena engkau TIDAK MEMBERI dia SEMANGAT
   3. Jika anakmu KURANG BERBICARA,itu karena engkau TIDAK MENGAJAKNYA BERBICARA
4. Jika anakmu MENCURI,itu karena engkau TIDAK MENGAJARINYA MEMBERI.
5. Jika anakmu PENGECUT,itu karena engkau selalu MEMBELANYA.
6. Jika anakmu TIDAK MENGHARGAI ORANG LAIN,itu karena engkau BERBICARA
TERLALU KERAS
KEPADANYA.
7. Jika anakmu MARAH,itu karena engkau KURANG MEMUJINYA.
8. Jika anakmu SUKA BERBICARA PEDAS, itu karena engkau TIDAK BERBAGI   DENGANNYA.
9.  Jika anakmu MENGASARI ORANG LAIN,itu karena engkau SUKA MELAKUKAN  KEKERASAN TERHADAPNYA.
10. Jika anakmu LEMAH,itu karena engkau SUKA MENGANCAMNYA.
11. Jika anakmu CEMBURU,itu karena engkau MENELANTARKANNYA.
12. Jika anakmu MENGANGGUMU,itu karena engkau KURANG MENCIUM & MEMELUKNYA
13. Jika anakmu TIDAK MEMATUHIMU,itu karena engkau MENUNTUT TERLALU BANYAK
padanya.
14. Jika anakmu TERTUTUP,itu karena engkau TERLALU SIBUK.

Pesan Bapak Buat Anak

Seorang pemuda duduk di hadapan laptopnya. Login facebook. Pertama kali yang dicek adalah inbox.
Hari ini dia melihat sesuatu yang tidak pernah dia pedulikan selama ini. Ada 2 dua pesan yang selama ini ia abaikan. Pesan pertama, spam. Pesan kedua…..dia membukanya. 
Ternyata ada sebuah pesan beberapa bulan yang lalu.
Diapun mulai membaca isinya:
“Assalamu’alaikum. Ini kali pertama Bapak mencoba menggunakan facebook. Bapak mencoba menambah kamu sebagai teman sekalipun Bapak tidak terlalu paham dengan itu. Lalu bapak mencoba mengirim pesan ini kepadamu. Maaf, Bapak tidak pandai mengetik. Ini pun kawan Bapak yang mengajarkan.
Bapak hanya sekedar ingin mengenang. Bacalah !
Saat kamu kecil dulu, Bapak masih ingat pertama kali kamu bisa ngomong. Kamu asyik memanggil : Bapak, Bapak, Bapak. Bapak Bahagia sekali rasanya anak lelaki Bapak sudah bisa me-manggil2 Bapak, sudah bisa me-manggil2 Ibunya”.
Bapak sangat senang bisa berbicara dengan kamu walaupun kamu mungkin tidak ingat dan tidak paham apa yang Bapak ucapkan ketika umurmu 4 atau 5 tahun. Tapi, percayalah. Bapak dan Ibumu bicara dengan kamu sangat banyak sekali. Kamulah penghibur kami setiap saat.walaupun hanya dengan mendengar gelak tawamu.
Saat kamu masuk SD, bapak masih ingat kamu selalu bercerita dengan Bapak ketika membonceng motor tentang apapun yang kamu lihat di kiri kananmu dalam perjalanan.
Ayah mana yang tidak gembira melihat anaknya telah mengetahui banyak hal di luar rumahnya.
Bapak jadi makin bersemangat bekerja keras mencari uang untuk biaya kamu ke sekolah. Sebab kamu lucu sekali. Menyenangkan. Bapak sangat mengiginkan kamu menjadi anak yang pandai dan taat beribadah.
Masih ingat jugakah kamu, saat pertama kali kamu punya HP? Diam2 waktu itu Bapak menabung karena kasihan melihatmu belum punya HP sementara kawan2mu sudah memiliki.
Ketika kamu masuk SMP kamu sudah mulai punya banyak kawan-kawan baru. Ketika pulang dari sekolah kamu langsung masuk kamar. Mungkin kamu lelah setelah mengayuh sepeda, begitu pikir Bapak. Kamu keluar kamar hanya pada waktu makan saja setelah itu masuk lagi, dan keluarnya lagi ketika akan pergi bersama kawan-kawanmu.
Kamu sudah mulai jarang bercerita dengan Bapak. Tahu2 kamu sudah mulai melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi lagi. Kamu mencari kami saat perlu2 saja serta membiarkan kami saat kamu tidak perlu.
Ketika mulai kuliah di luar kotapun sikap kamu sama saja dengan sebelumnya. Jarang menghubungi kami kecuali disaat mendapatkan kesulitan. Sewaktu pulang liburanpun kamu sibuk dengan HP kamu, dengan laptop kamu, dengan internet kamu, dengan dunia kamu.
Bapak bertanya-tanya sendiri dalam hati. Adakah kawan2mu itu lebih penting dari Bapak dan Ibumu? Adakah Bapak dan Ibumu ini cuma diperlukan saat nanti kamu mau nikah saja sebagai pemberi restu? Adakah kami ibarat tabungan kamu saja?
Kamu semakin jarang berbicara dengan Bapak lagi. Kalau pun bicara, dengan jari-jemari saja lewat sms. Berjumpa tapi tak berkata-kata. Berbicara tapi seperti tak bersuara. Bertegur cuma waktu hari raya. Tanya sepatah kata, dijawab sepatah kata. Ditegur, kamu buang muka. Dimarahi, malah menjadi-jadi.
Malam ini, Bapak sebenarnya rindu sekali pada kamu.
Bukan mau marah atau mengungkit-ungkit masa lalu. Cuma Bapak sudah merasa terlalu tua. Usia Bapak sudah diatas 60 an. Kekuatan Bapak tidak sekuat dulu lagi.
Bapak tidak minta banyak…
Kadang-kadang, Bapak cuma mau kamu berada di sisi bapak. Berbicara tentang hidup kamu. Meluapkan apa saja yang terpendam dalam hati kamu. Menangis pada Bapak. Mengadu pada Bapak.Bercerita pada Bapak seperti saat kamu kecil dulu.
Andaipun kamu sudah tidak punya waktu samasekali berbicara dengan Bapak, jangan sampai kamu tidak punya waktu berbicara dengan Alloh.
Jangan letakkan cintamu pada seseorang didalam hati melebihi cintamu kepada Alloh.
Mungkin kamu mengabaikan Bapak, namun jangan kamu sekali2 mengabaikan Allah.
Maafkan Bapak atas segalanya. Maafkan Bapak atas curhat Bapak ini. Jagalah solat. Jagalah hati. Jagalah iman. ”

Pemuda itu meneteskan air mata, terisak. Dalam hati terasa perih tidak terkira................... 
Bagaimana tidak ? 
Sebab tulisan ayahandanya itu dibaca setelah 3 bulan beliau pergi untuk selama-lamanya.

Senin, 30 Juni 2014

ILUSTRASI RAMADHAN

Pada suatu hari yang indah dan mempesona di alam fana ini, dimana seluruh kaum Muslimin wal muslimat sebagai penghuni permukaan dunia sudah pasti dalam kurun waktu satu tahun tak terkecuali di lintasan udara wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, akan merasakan kehadiran sebuah pesawat terbang canghih dan mewah edisi terbaru yang sifatnya limited tentu  saja akan segera lepas landas dari Bandara SYA’BAN.
Pramugari dan pramugara yang ramah dan baik hati dan tidak sombong tentu akan menyapa para penumpangnya dengan ucapan HASANAH yang ramah dan tuturkatanya yang lembut.

"Selamat datang di Pesawat RAMADHAN AIR dengan Nomor Penerbangan 1435 H, dengan tujuan Bandara 'IDUL FITRI siap tingal landas, selamat menikmatinya dan semoga berakhir hingga sampai tujuan dengan mendapat predikat MUTTAQIIN”.

Sesuai dengan peraturan yang tertuang dalam KITAB SUCI AL QURAN dan SUNNAH RASULULLAH, maka kami akan menyampaikan informasi penting untuk seluruh penumpang.

Kita akan terbang dalam kurun waktu satu bulan sekitar 29 atau 30 hari di atas permukaan HAUS dan LAPAR serta hal-hal lain yang membatalkannya.

Untuk itu mohon mengenakan Sabuk PUASA dengan benar, tegakkan sandaran SHALAT baik yang wajib maupun yang sunnah, tutup rapat meja DOSA di depan anda, dan bukalah tirai jendela AMAL selebar dan seluas-luasnya.
Pesawat edisi khusus ini dilengkapi 3 pintu anugerah, Pintu RAHMAT (Pengasih) ada di depan, Pintu MAGHFIRAH (Ampunan) ditengah, dan Pintu ITQUN MINAN NAR (Bebas Api Neraka) di bagian belakang.
Demi alasan keselamatan kita bersama, harap tidak mengaktifkan berbagai jenis MAKSIAT baik yang disengaja ataupun yang tidak selama berada selama pesawat ini mengudara.
Ingat penerbangan ini bebas Asap GHIBAH, RIYA, FUSUQ, dan HASAD DLL.

Selamat menikmati penerbangan anda.

Rabu, 04 Juni 2014

Manfaat dan Madharatnya Hand Phone Bagi Pelajar

PENGARUH HANDPHONE TERHADAP PELAJAR
1. Mengalihkan Perhatian
Tentunya jika kondisi ini terjadi, maka pengaruh HP terhadap prestasi belajar benar-benar mereka
alami. Akibat terlalu memperhatikan HP, maka penjelasan guru diabaikan. Akibatnya, prestasi
mereka-pun merosot. Ini merupakan salah satu akibat dari pengaruh HP pada anak-anak
2. Menurunkan Konsentrasi
Konsentrasi adalah tingkat perhatian kita terhadap sesuatu. Dalam konteks belajar, berarti tingkat
perhatian siswa terhadap segala penjelasan dan bimbingan belajar sang guru. Seharusnya, seluruh
perhatian siswa diarahkan pada apa yang sedang mereka pelajari, tetapi seringkali HP menyita
sebagian besar waktu mereka.
3.Malas Belajar
Anak-anak yang sudah kecanduan HP, maka setiap saat yang dilakukannya hanyalah bermain
HP dan HP. Mereka tidak pernah berpikir pada hal yang lainnya. Bagi mereka, yang terpenting adalah
HP. Jika ke mana-mana tidak ada HP, maka rasanya tidak lengkap, bahkan ada beberapa anak
yang tidak mau melakukan kegiatan karena tidak punya HP.
4. Mengganggu Perkembangan Anak
Dengan canggihnya fitur-fitur yang tersedia di hand phone (HP) seperti : kamera, permainan
(games) akan mengganggu siswa dalam menerima pelajaran di sekolah? Tidak jarang
mereka disibukkan dengan menerima panggilan,sms, miscall dari teman mereka bahkan dari
keluarga mereka sendiri. Lebih parah lagi ada yang menggunakan HP untuk mencontek (curang)
dalam ulangan. Bermain game saat guru menjelaskan pelajaran dan sebagainya. Kalau hal
tersebut dibiarkan, maka generasi yang kita harapkan akan menjadi budak teknologi.
5. Efek radiasi
Selain berbagai kontroversi di seputar dampak negatif penggunaannya,penggunaan HP juga
berakibat buruk terhadap kesehatan, ada baiknya siswa lebih hati-hati dan bijaksana dalam
men ggunakan atau memilih HP, khususnya bagi pelajar anak-anak. Jika memang tidak terlalu
diperlukan, sebaiknya anak-anak jangan dulu diberi
6. Sangat berpotensi mempengaruhi sikap dan perilaku siswa.
Jika tidak ada kontrol dari guru dan orang tua. HP bisa digunakan untuk menyebarkan gambar-
gambar yang mengandung unsur porno dan sebagainya yang sama sekali tidak layak dilihat
seorang pelajar.
7. Pemborosan
Dengan mempunyai HP, maka pengeluaran kita akan bertambah, apalagi kalau HP hanya
digunakan untuk hal-hal yang tidak bermanfaat maka hanya akan menjadi pemborosan yang saja.
8. Meningkatnya video porno dan kata-kata yang tidak senonoh

Akibat yang sangat berbahaya oleh siswa adalah penggunaan HP dengan tujuan yang menyimpang
seperti mengisi video porno ke dalam HP dan menggunakan kata-kata yang tidak senonoh. Tak
sedikit pelajar yang ketahuan menyimpan video dan foto yang tidak senonoh di HP mereka. Di
samping itu juga HP digunakan untuk tukar- tukaran jawaban ujian.

Kamis, 01 Mei 2014

Refleksi Hardiknas : POTRET PENDIDIKAN BAGAIKAN HIDUP SEGAN MATI TAKMAU

Krisis multi dimensi kini merambah dalam dunia pendidikan Indonesia. Tampaknya tidaklah keliru apa bila dikatakan pendidikan kita sedang mengalami mati suri. Bukti konkrit yang dapat dibuktikan dengan munnculnya kasus-kasus yang sangat mengemparkan bangsa sehingga membuat pendidikan kita makian  terpuruk. Sesunguhnya pendidkan itu adalah upaya memanusiakan manusia agar hidupnya mulia baik dihadapan manusia atau dihadapan Ilahi. Pendidikan itu merupakan agen of change bagi manusia sehingga hidupnya kian bermakna dan bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.
Perubahan yang kini sedang gencar disosialisasikan dengan cara melakukan perubahan kurikulum tampaknya akan sia-sia, karena hanya bersifat parsial tidak menyeluruh bahkan menyentuh praktisi pendidikan secara continue.
Sesunguhnya apa yang keliru dengan pendidikan Indonesia ini? Mengapa Indonesia ini tidak langsung diperbaiki? Sekadar illustrator, munculnya buku “Sekolah Para Binatang”. Buku ini dapat dianalogikan dengan kondisi yang sesungguhnya tentang pendidikan Indonesia selama ini. Dalam sekolah ini diberlakukan kurikulum secara menyeluruh dengan tanpa melihat latar belakang dari binatang dalam melaksanakan kurikulum yang diterapkan.
Tampaknya kondisi ini tidak akan beranjak apabila tidak ada pionir yang mendobrak system pendidikan yang tampaknya akut. Dibalik semua ini ada kondisi yang kontara diktif dengan munculnya sekolah Islam Terpadu , sekolah alam, home schooling yang dapat dijadikan alternative untuk meluruskan tujuan pendidikan untuk memanusiakan manusia. Namun pertanyaan kecil yang dianggap sepele: “ Benarkah pendidikan semacam itu yang diharapkan bangsa Indonesia?” atau jangan-jangan ada alternative lain yang lebih baik.

Bagaimana dengan system yang diuswahkan Rosululloh SAW? Pertanyaannya dapatkan diterapkan di Indonesia? Kalau bias, apa saja yang harus dipersiapkan dan bagaimana cara menerapkannya? Marilah kita renungkan bersama saat refleksi HARDIKNAS ini!

Senin, 28 April 2014

BUDAYA MENGHUKUM DAN MENGHAKIMI PARA PENDIDIK DI INDONESIA

Oleh: Prof. Rhenald Kasali (Guru Besar FE UI)

LIMA belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah tempat anak saya belajar di Amerika Serikat. Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat, bagus sekali. Padahal dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa.

...Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya tulisan itu buruk, logikanya sangat sederhana. Saya memintanya memperbaiki kembali, sampai dia menyerah.
Rupanya karangan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan diberi nilai buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberinilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri.
Sewaktu saya protes, ibu guru yang menerima saya hanya bertanya singkat. “Maaf Bapak dari mana?”
“Dari Indonesia,” jawab saya.
Dia pun tersenyum.
BUDAYA MENGHUKUM
Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup saya. Itulah saat yang mengubah cara saya dalam mendidik dan membangun masyarakat.
“Saya mengerti,” jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap simpatik itu. “Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang anak anaknya dididik di sini,” lanjutnya. “Di negeri Anda, guru sangat sulit memberi nilai. Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang orang agar maju. Encouragement! ” Dia pun melanjutkan argumentasinya.
“Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbeda-beda. Namun untuk anak sebesar itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, saya dapat menjamin, ini adalah karya yang hebat,” ujarnya menunjuk karangan berbahasa Inggris yang dibuat anak saya.
Dari diskusi itu saya mendapat pelajaran berharga. Kita tidak dapat mengukur prestasi orang lain menurut ukuran kita.
Saya teringat betapa mudahnya saya menyelesaikan study saya yang bergelimang nilai “A”, dari program master hingga doktor.
Sementara di Indonesia, saya harus menyelesaikan studi jungkir balik ditengarai ancaman drop out dan para penguji yang siap menerkam. Saat ujian program doktor saya pun dapat melewatinya dengan mudah.
Pertanyaan mereka memang sangat serius dan membuat saya harus benar-benar siap. Namun suasana ujian dibuat sangat bersahabat. Seorang penguji bertanya dan penguji yang lain tidak ikut menekan, melainkan ikut membantu memberikan jalan begitu mereka tahu jawabannya. Mereka menunjukkan grafik-grafik yang saya buat dan menerangkan seterang-terangnya sehingga kami makin mengerti.
Ujian penuh puja-puji, menanyakan ihwal masa depan dan mendiskusikan kekurangan penuh keterbukaan.
Pada saat kembali ke Tanah Air, banyak hal sebaliknya sering saya saksikan. Para pengajar bukan saling menolong, malah ikut “menelan” mahasiswanya yang duduk di bangku ujian.
***
Etika seseorang penguji atau promotor membela atau meluruskan pertanyaan, penguji marah-marah, tersinggung, dan menyebarkan berita tidak sedap seakan-akan kebaikan itu ada udang di balik batunya. Saya sempat mengalami frustrasi yang luar biasa menyaksikan bagaimana para dosen menguji, yang maaf, menurut hemat saya sangat tidak manusiawi.
Mereka bukan melakukan encouragement, melainkan discouragement. Hasilnya pun bisa diduga, kelulusan rendah dan yang diluluskan pun kualitasnya tidak hebat-hebat betul. Orang yang tertekan ternyata belakangan saya temukan juga menguji dengan cara menekan. Ada semacam balas dendam dan kecurigaan.
Saya ingat betul bagaimana guru-guru di Amerika memajukan anak didiknya. Saya berpikir pantaslah anak-anak di sana mampu menjadi penulis karya-karya ilmiah yang hebat, bahkan penerima Hadiah Nobel. Bukan karena mereka punya guru yang pintar secara akademis, melainkan karakternya sangat kuat: karakter yang membangun, bukan merusak.
Kembali ke pengalaman anak saya di atas, ibu guru mengingatkan saya. “Janganlah kita mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita yang sudah jauh di depan,” ujarnya dengan penuh kesungguhan.
Saya juga teringat dengan rapor anak-anak di Amerika yang ditulis dalam bentuk verbal.
Anak-anak Indonesia yang baru tiba umumnya mengalami kesulitan, namun rapornya tidak diberi nilai merah, melainkan diberi kalimat yang mendorongnya untuk bekerja lebih keras, seperti berikut. “Sarah telah memulainya dengan berat, dia mencobanya dengan sungguh-sungguh. Namun Sarah telah menunjukkan kemajuan yang berarti.”
Malam itu saya mendatangi anak saya yang tengah tertidur dan mengecup keningnya. Saya ingin memeluknya di tengah-tengah rasa salah telah memberi penilaian yang tidak objektif.
Dia pernah protes saat menerima nilai E yang berarti excellent (sempurna), tetapi saya mengatakan “gurunya salah”. Kini saya melihatnya dengan kacamata yang berbeda.
MELAHIRKAN KEHEBATAN
Bisakah kita mencetak orang-orang hebat dengan cara menciptakan hambatan dan rasa takut? Bukan tidak mustahil kita adalah generasi yang dibentuk oleh sejuta ancaman: gesper, rotan pemukul, tangan bercincin batu akik, kapur, dan penghapus yang dilontarkan dengan keras oleh guru, sundutan rokok, dan seterusnya.
Kita dibesarkan dengan seribu satu kata-kata ancaman: Awas…; Kalau,…; Nanti,…; dan tentu saja tulisan berwarna merah menyala di atas kertas ujian dan rapor di sekolah.
Sekolah yang membuat kita tidak nyaman mungkin telah membuat kita menjadi lebih disiplin. Namun di lain pihak dia juga bisa mematikan inisiatif dan mengendurkan semangat. Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata menunjukkan otak manusia tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil) atau sebaliknya, dapat tumbuh.
Semua itu sangat tergantung dari ancaman atau dukungan (dorongan) yang didapat dari orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian kecerdasan manusia dapat tumbuh, sebaliknya dapat menurun. Seperti yang sering saya katakan, ada orang pintar dan ada orang yang kurang pintar atau bodoh.
Tetapi juga ada orang yang tambah pintar dan ada orang yang tambah bodoh.
Mari kita renungkan dan mulailah mendorong kemajuan, bukan menaburkan ancaman atau ketakutan. Bantulah orang lain untuk maju, bukan dengan menghina atau memberi ancaman yang menakut-nakuti.

Senin, 24 Maret 2014

GURU KRITIS & GURU IDEALIS

Manusia kritis dan pejuang kemerdekaan pada zaman kolonialisme Belanda disebut pemberontak atau ekstrimis. Pemerintah selalu alergi terhadap “pejuang” yang mengkritisi dan melawan kebijakannya. Setiap zaman selalu melahirkan manusia-manusia kritis yang berseberangan dengan paradigma pemerintah. Sebut saja Retno Listyarti, seorang guru SMAN 13 Jakarta yang sering berseberangan dengan kebijakan pemerintah. Ia adalah guru “pemberontak” yang terus menyuarakan keadilan dalam dimensi pendidikan.
Ia pernah berseberangan dengan kepala dinas pendidikan Jakarta, menyuruh mundur mendiknas, melawan keputusan gubernur DKI Jakarta tentang tunjangan guru, bahkan sampai bermasalah hukum dengan Akbar Tanjung karena buku pelajaran yang ditulisnya. Ia mengkritisi berbagai dinamika pendidikan mulai dari SKB 5 menteri, organisasi profesi, soal UN, RSBI, masalah MGMP, lemahnya militansi guru, pengangkatan kepala sekolah, politisasi profesi guru, kurikulum 2013 dll.
Ditengah pemberontakannya terhadap dunia pendidikan Iapun memiliki prestasi diantaranya adalah; Pemenang citi succes fund dari City Bank (2004); Penerima Award dalam bidang science dari Toray Foundation Japan (2004); Pemenang Go Green School dari Yayasan Kehati (2005); Penerima Award sebagai tokoh pendidikan dari PKS (2007); Juara 1 Lomba Karya Tulis “Kata Mutiara Bung Karno” dari PDIP (2010); Juara 1 Lomba Karya Tulis Lingkungan dari Pertamina (2011); Juara 1 Lomba Karya Tulis Konstitusi dari Mahkamah Konstitusi (2011) plus Retno sudah menghasilkan 9 buah buku,47 artikel, dan 89 makalah.
Munculnya sistem lelang jabatan kepala sekolah membuat Ia berpeluang mengikuti seleksi yang sebelumnya tidak mungkin. Mengapa demikian? Karena menjadi kepala sekolah harus ada rekomendasi dari kepala sekolah sebelumnya. Tanda tangan kepala sekolah inilah yang menurut Retno Listyarti tidak terlalu penting karena dimungkinkan ada unsur KKN. Tanda tangan dapat menjadi tanda “penutup” saldo dan manajemen gelap sebelumnya. Akhirnya Ia terpilih menjadi kepala sekolah hasil sistem lelang. Ini sebuah kesempatan bagi “ sang pemberontak” untuk memperbaiki pendidikan secara mikro di satuan pendidikannya dan secara makro di Indonesia.
Ada beberapa pernyataan Retno Listyarti “Sang Pemberontak” sebelum Ia menjadi kepala sekolah tahun ini 2014 terhadap eksisitensi guru. Pernyataan itu diantaranya adalah; guru jarang (tidak) memiliki militansi untuk memperjuangkan idealisme pendidikan, lebiah senang hanya berdoa atau titip doa bukan terjun langsung kelapangan. Guru dengan organisasinya selama ini tidak mampu memiliki posisi tawar yang tinggi dan sederajat atas berbagai kebijakan pendidikan di Indonesia. Organisasi guru selama ini cenderung menjadi legitimasi atas berbagai kebijakan pemerintah di bidang pendidikan.
Selanjutnya Retno menyatakan, guru sebaiknya berani melawan ketidakadilan—berbagai diskriminasi dalam segala bentuk, guru harus mampu mengajak siswanya untuk berbagi keresahan akan kondisi negeri ini. Guru harus mampu mempertajam pikiran dan menghaluskan perasaan murid-muridnya. Guru adalah sebuah kekuatan raksasa untuk mengubah negeri ini, namun sayangnya para guru Indonesia merupakan raksasa yang tertidur sangat lelap —saking lelapnya sampai tidak terbangun meski memperoleh berbagai gangguan berat apalagi ringan—, benar-benar terlelap hingga tak bergerak –tak melawan– meskipun didiskriminasi, diintimidasi, bahkan ditindas.
Guru cenderung menerima begitu saja perlakuan dari birokrasi pendidikan yang berkolaborasi dengan kekuasaan tanpa membantah, tanpa melawan dan tanpa memberontak. Karena dia (para guru) juga pengecut maka dia pun (para guru) tidak pernah mengajak muridnya untuk berani menegakan kebenaran dan keadilan, apalagi mengajak untuk menjadi pemberontak.
Kondisi guru Indonesia yang seperti ini, tentu saja penghambat utama dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan. Retno bertanya, Apa kita akan menunggu sampai terjadinya Revolusi setelah keadaan Indonesia seperti di Libya, Mesir, Bahrain dan Yaman? Di negara-negara tersebut, Pemerintah mengabaikan pendidikan, sehingga menciptakan kesenjangan sosial dan ekonomi, tingginya pengangguran, dan tingginya angka penduduk yang buta aksara, serta tingginya angka kemiskinan.
Pernyataan Retno Listyarti di atas setidaknya menjadi sebuah “jabatan” tangan dari Retno agar para guru harus lebih kritis, meningkatkan kompetensi dan tidak diam dan hanya titip doa dalam memperjuangkan sebuah idealisme. Guru adalah raksasa yang harus bangun memperbaiki kelemahan pendidikan negeri ini bukan sebaliknya, tidur ngorok dan susah dibangunkan. Guru jangan hanya bangun ketika negeri ini sudah terlambat untuk diperbaiki.

Penulis :Dudung Koswara, M.Pd.

Rabu, 12 Februari 2014

MAKNA SUPERVISI GURU BAGI KUALITAS KINERJA

Dalam konteks pendidikan, istilah supervisi pada umumnya lebih  diartikan sebagai kegiatan pengawasan oleh kepala sekolah atau pengawas sekolah terhadap guru dalam upaya membantu meningkatkan profesionalisme guru. Selanjutnya, muncul pula istilah peer supervision (supervisi sejawat) yaitu kegiatan supervisi yang dilakukan bersama rekan sejawat,  saling bekerjasama guna  meningkatkan kompetensi dan kinerjanya.

Kedua bentuk supervisi  di atas bertumpu pada pengawasan seseorang oleh orang lain, baik oleh atasan maupun teman sejawat. Dalam kasus-kasus tertentu pengawasan oleh orang lain seperti ini mungkin dapat menimbulkan ketidaknyamanan psikologis. Misalnya, merasa menjadi tertekan dan risi,  seolah-olah  kehidupan kerjanya diambil alih dan dikendalikan  oleh orang lain.

Belakangan ini muncul istilah Supervisi Diri (Self Supervision), yaitu salah satu model supervisi yang memungkinkan pihak yang disupervisi (supervisee) memiliki independensi dalam bekerja, dapat mengelola diri  dan bertanggung atas pertumbuhan profesionalismenya sendiri.

Merujuk pada tulisan yang dipublikasikan www.exforsys.com, saya akan memberikan gambaran ringkas tentang  Supervisi Diri, khususnya dalam konteks pengembangan profesi guru.

Supervisi diri dapat diartikan sebagai kemampuan seorang  guru untuk memahami kemampuan diri, mengatur diri dan mengevaluasi dirinya sendiri dalam rangka beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan situasi lingkungan kerjanya, sehingga pada gilirannya  dia dapat bekerja secara efektif, efisien dan produktif.

Supervisi diri harus dapat memandu seseorang dalam mengelola berbagai kegiatan dan pekerjaannya. Beberapa contoh hasil dari praktik supervisi diri yang dilakukan guru:
·                     Guru dapat melakukan tugas tanpa terus-menerus harus diingatkan oleh atasan
·                     Guru membuat program dan rencana kerja tertulis secara benar dan tepat.
·                     Guru mampu mencurahkan segenap pikirannya dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan tanpa gagal  dan tepat waktu.
·                     Guru membuat  laporan tugas yang telah diselesaikannya secara tertulis
Supervisi diri memiliki aspek penting yaitu kemampuan merefleksi atas tugas-tugas yang dilakukannya, didalamnya terdiri dari 2 (dua) komponen penting,  yaitu: (1) observasi diri (self-observation) dan (2) penilaian diri (self-assessment).

Observasi diri yaitu senantiasa memperhatikan dan waspada atas apa yang Anda lakukan saat ini, di dalamnya mencakup pikiran, perasaan dan tindakan Anda sebagai guru. Sedangkan penilaian diri adalah mengevaluasi kinerja sendiri, mengukur proses dan hasil kegiatan dan tugas-tugas yang dilakukan, termasuk di dalamnya mempertanyakan kembali dampak dan efektivitas dari supervisi diri yang sedang dikembangkannya.

Supervisi diri bukan berarti menjadikan Anda sebagai boss yang dapat bertindak semena-mena atas diri Anda sendiri (apalagi terhadap orang lain), terkait dengan pekerjaan, tetapi lebih mengarah dan menekankan pada pembentukan kesadaran dan tanggung jawab atas tugas-tugas keseharian Anda sebagai guru.

Terdapat tiga kemungkinan hasil supervisi diri: (1) hasil yang obyektif, menggambarkan keadaan dan ukuran nyata; (2) hasil yang under-estimate,menggambarkan keadaan dan ukuran di bawah kondisi nyata,  dan (3) hasil yang over-estimate, menggambarkan keadaan dan ukuran di atas kondisi nyata.   Tentu, yang terbaik adalah supervisi yang dapat menggambarkan keadaan dan ukuran nyata dan sedapat mungkin menghindari terjadinya under-estimate atau over-estimate.
Beberapa pendekatan dan teknik yang dapat digunakan dalam supervisi diri:
1.                  Mengkondisikan pikiran secara tepat dan memadai. Bila Anda ingin belajar bagaimana mengatur kehidupan dan tindakan Anda sendiri,  Anda harus memiliki pola pikir yang tepat. Ini berarti bahwa Anda harus yakin  pada pikiran dan hati nurani Anda sendiri  bahwa Anda bisa menjadi seseorang yang mampu bekerja secara mandiri. Salah satu cara untuk mengkondisikan pikiran adalah dengan berusaha menempatkan diri Anda pada posisi sebagai orang lain. Misalnya sebagai atasan Anda,  melalui cara ini, Anda bisa membayangkan dan memikirkan apa sebenarnya yang diharapkan dan dikehendaki atasan terhadap Anda dalam bekerja. Bagi guru, hal penting adalah berusaha memposisikan diri sebagai siswa yang merupakan  user Anda, sehingga Anda bisa menemukan apa yang dibutuhkan dan dikehendaki siswa  terhadap Anda sebagai gurunya.
2.                  Membuat Checklist Keterampilan. Menyusun dan mengisi checklist atau instrumen pengumpul data akan sangat berguna untuk mengidentifikasi kelemahan dan keunggulan diri Anda, khususnya tentang keterampilan Anda dalam melaksanakan tugas-tugas keseharian Anda. Misalnya, ketika Anda hendak melihat  sejauhmana keterampilan menerapkan pendekatan saintifik dalam melaksanakan pembelajaran. Dengan menggunakan Checklist atau instrumen lainnya yang sesuai, maka Anda  akan dapat menemukan kelemahan-kelemahan spesifik yang masih perlu ditingkatkan.  Idealnya,  Checklist (instrumen) didesain dan dikonstruksi sendiri sehingga bisa menentukan hal-hal spesifik apa yang ingin diungkap dan ditingkatkan. Tetapi jika Anda belum mampu mengkonstruksi sendiri,  Anda bisa memanfaatkan Checklist  (instrumen) buatan orang lain, misalnya menggunakan instrumen yang biasa digunakan oleh kepala sekolah atau pengawas sekolah dalam melakukan supervisi kelas.  Anda juga  bisa mencari sendiri di Internet melalui bantuan Google untuk menemukan instrumen yang bisa digunakan untuk kepentingan kegiatan supervisi diri Anda.
3.                  Membuat daftar tugas (to do list). Mencatat agenda rangkaian aktivitas Anda yang isinya memuat jawaban dari pertanyaan apa yang harus  saya lakukan pada hari ini? Ini adalah proses pengambilan keputusan yang tidak hanya berkaitan dengan pelaksanaan tugas sehari-hari yang bersifat rutin tetapi di dalamnya terkandung proses perbaikan, mengacu pada data yang diperoleh berdasarkan hasil kegiatan instrumentasi (Checklist).

4.                  Teknik  Bercermin (mirroring technique). Anda mungkin punya idola atau mengagumi seseorang, baik tokoh dunia, tokoh nasional  atau bahkan orang-orang  di sekitar Anda, seperti: orang tua, teman sejawat, atau atasan Anda yang dianggap sukses. Anda bisa bercermin dan belajar dari mereka  tentang bagaimana cara dan gaya mereka dalam menghadapi hidup dan tantangan hidup, termasuk  dalam bekerja. Tidak ada salahnya jika Anda meniru mereka dan menjadikan mereka sebagai inspirasi bagi Anda dalam bekerja. Kendati demikian, dalam proses selanjutnya, Anda perlu  mengembangkan cara dan gaya Anda sendiri yang paling sesuai dan Anda merasa nyaman melakukannya.

Amazing Camp