Seorang pemuda duduk di hadapan
laptopnya. Login facebook. Pertama kali yang dicek adalah inbox.
Hari ini dia melihat sesuatu yang tidak pernah dia pedulikan
selama ini. Ada 2 dua pesan yang selama ini ia abaikan. Pesan pertama, spam.
Pesan kedua…..dia membukanya.
Ternyata ada sebuah pesan beberapa bulan yang lalu.
Diapun mulai membaca isinya:
“Assalamu’alaikum. Ini kali pertama Bapak mencoba menggunakan
facebook. Bapak mencoba menambah kamu sebagai teman sekalipun Bapak tidak
terlalu paham dengan itu. Lalu bapak mencoba mengirim pesan ini kepadamu. Maaf,
Bapak tidak pandai mengetik. Ini pun kawan Bapak yang mengajarkan.
Bapak hanya sekedar ingin mengenang. Bacalah !
Saat kamu kecil dulu, Bapak masih ingat pertama kali kamu bisa
ngomong. Kamu asyik memanggil : Bapak, Bapak, Bapak. Bapak Bahagia sekali
rasanya anak lelaki Bapak sudah bisa me-manggil2 Bapak, sudah bisa me-manggil2
Ibunya”.
Bapak sangat senang bisa berbicara dengan kamu walaupun kamu mungkin
tidak ingat dan tidak paham apa yang Bapak ucapkan ketika umurmu 4 atau 5
tahun. Tapi, percayalah. Bapak dan Ibumu bicara dengan kamu sangat banyak
sekali. Kamulah penghibur kami setiap saat.walaupun hanya dengan mendengar
gelak tawamu.
Saat kamu masuk SD, bapak masih ingat kamu selalu bercerita
dengan Bapak ketika membonceng motor tentang apapun yang kamu lihat di kiri
kananmu dalam perjalanan.
Ayah mana yang tidak gembira melihat anaknya telah mengetahui
banyak hal di luar rumahnya.
Bapak jadi makin bersemangat bekerja keras mencari uang untuk
biaya kamu ke sekolah. Sebab kamu lucu sekali. Menyenangkan. Bapak sangat
mengiginkan kamu menjadi anak yang pandai dan taat beribadah.
Masih ingat jugakah kamu, saat pertama kali kamu punya HP? Diam2
waktu itu Bapak menabung karena kasihan melihatmu belum punya HP sementara
kawan2mu sudah memiliki.
Ketika kamu masuk SMP kamu sudah mulai punya banyak kawan-kawan
baru. Ketika pulang dari sekolah kamu langsung masuk kamar. Mungkin kamu lelah
setelah mengayuh sepeda, begitu pikir Bapak. Kamu keluar kamar hanya pada waktu
makan saja setelah itu masuk lagi, dan keluarnya lagi ketika akan pergi bersama
kawan-kawanmu.
Kamu sudah mulai jarang bercerita dengan Bapak. Tahu2 kamu sudah
mulai melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi lagi. Kamu mencari kami
saat perlu2 saja serta membiarkan kami saat kamu tidak perlu.
Ketika mulai kuliah di luar kotapun sikap kamu sama saja dengan
sebelumnya. Jarang menghubungi kami kecuali disaat mendapatkan kesulitan.
Sewaktu pulang liburanpun kamu sibuk dengan HP kamu, dengan laptop kamu, dengan
internet kamu, dengan dunia kamu.
Bapak bertanya-tanya sendiri dalam hati. Adakah kawan2mu itu
lebih penting dari Bapak dan Ibumu? Adakah Bapak dan Ibumu ini cuma diperlukan
saat nanti kamu mau nikah saja sebagai pemberi restu? Adakah kami ibarat
tabungan kamu saja?
Kamu semakin jarang berbicara dengan Bapak lagi. Kalau pun
bicara, dengan jari-jemari saja lewat sms. Berjumpa tapi tak berkata-kata.
Berbicara tapi seperti tak bersuara. Bertegur cuma waktu hari raya. Tanya
sepatah kata, dijawab sepatah kata. Ditegur, kamu buang muka. Dimarahi, malah
menjadi-jadi.
Malam ini, Bapak sebenarnya rindu sekali pada kamu.
Bukan mau marah atau mengungkit-ungkit masa lalu. Cuma Bapak
sudah merasa terlalu tua. Usia Bapak sudah diatas 60 an. Kekuatan Bapak tidak
sekuat dulu lagi.
Bapak tidak minta banyak…
Kadang-kadang, Bapak cuma mau kamu berada di sisi bapak.
Berbicara tentang hidup kamu. Meluapkan apa saja yang terpendam dalam hati
kamu. Menangis pada Bapak. Mengadu pada Bapak.Bercerita pada Bapak seperti saat
kamu kecil dulu.
Andaipun kamu sudah tidak punya waktu samasekali berbicara
dengan Bapak, jangan sampai kamu tidak punya waktu berbicara dengan Alloh.
Jangan letakkan cintamu pada seseorang didalam hati melebihi cintamu kepada
Alloh.
Mungkin kamu mengabaikan Bapak, namun jangan kamu sekali2 mengabaikan Allah.
Maafkan Bapak atas segalanya. Maafkan Bapak atas curhat Bapak
ini. Jagalah solat. Jagalah hati. Jagalah iman. ”
Pemuda itu meneteskan air mata, terisak.
Dalam hati terasa perih tidak terkira...................
Bagaimana tidak ?
Sebab tulisan ayahandanya itu dibaca setelah 3 bulan beliau pergi untuk
selama-lamanya.