Ada
diskusi sangat menarik di sebuah Forum Guru Republik Indonesia beberapa hari
yang lalu. Diskusi itu dipicu oleh postingan salah satu anggotanya. Dalam
postingannya dia menuliskan kata provokatif berikut ini: Guru profesional adalah guru yang
mampu mengajar tanpa RPP!.Kontan saja postingan ini mendapat tanggapan
yang beragam. Dari yang `melawan` sampai yang memberikan pembenaran-pembenaran
terhadapnya.
Saya
memandang diskusi ini sangat menarik karena paling tidak terhadap dua alasan
yang melatar belakanginya. Pertama, dalam satu sisi, pernyataan di atas mungkin
benar adanya, mengingat kenyataan di lapangan RPP hanya menjadi prasyarat
administrasi. RPP hanya dijadikan sebagai alat dan bukti kalau guru telah
menyiapkan materi dalam jangka waktu tertentu (1 semester). Dalam hal yang
lebih birokratis, sebagai prasyarat penting bagi kenaikan pangkat dan angka
kredit.
Kecenderungan-kecenderungan
pemenuhan syarat administrasi di atas kadang menjadikan sebagian guru memilih
jalan termudah: copy paste. Comot sana comot sini yang penting ada bukti fisik
RPP. Atau meminta bantuan orang cerdas semacam mbah google, kemudian mendownload
RPP yang sudah jadi,mengganti kepemilikan menjadi dirinya, menjilidnya rapi dan
melegalisasinya di TU. Dalam konteks ini kemudian RPP tidak banyak membantunya
dalam pembelajaran.Hanya menjadi tumpukan-tumpukan kertas yang kadang tidak
sempat disentuh,apalagi terbaca (pengalaman pribadi).
Lantas
dari mana guru mendapat acuan pembelajarannya. Bukankah RPP laksana route map
yang memetakan dari mana kita berangkatnya dan dengan apa mencapai tujuan
pembelajarannya?. Memang, pengalaman pribadi saya, menunjukkan bahwa tanpa RPP
pun seorang guru dapat mengajar. Tanpa RPP pun seorang guru mampu
menyelesaikan target materi, tanpa `membuat` RPP pun seorang bisa naik pangkat,
namun apakah pemenuhan itu ujung dari keberadaan kita sebagais eorang guru.
Tidakkah
kita pernah bertanya, apakah pembelajaran kita aman-aman saja, tidak menubruk
sana sini, atau tidak terjebak satu sisi pemahaman dan mengaburkan pemahaman
yang lainnya? Atau tidak melayang kemana-mana tanpa arah? Mengingat seorang
guru yang tidak memiliki gambaran atas apa yang akan dilakukan justru kelebihan
waktu dan hanya ingin menunggu lonceng berbunyi semata?
Okey lah
mungkin kita termasuk bagian dari book slave, budak buku paket, yang mengajar
bukan atas RPP yang kita buat namun berdasar buku paket dan semacamnya. Bisa
jadi kita dalam kondisi ini mengajar tanpa RPP pun bisa jalan.Cukup mengetahui
pelajaran mana yang akan kita sampaikan, beri penjelasan,bisa penjelasan yang
comprehensive atau sekedarnya, diakhiri perintah kita bagi siswa untuk
mengerjakan latihan soal. Kalau demikian kita tidak ubahnya laksana robot yang
mengikuti alur sebuah buku dari satu halaman kehalaman berikutnya. Bukulah yang
menentukan apa yang harus dan tidak harus kita ajarkan. Lantas dimana
kemerdekaan kita sebagai guru, dimanakah letak kreatifitas kita jika dalam soal
kecil saja kita harus didikte oleh buku paket dan perusahaan pembuatnya.?
Sebenarnya buku paket hanya sebagian alat bantu pembelajaran kita, yang utama
bagaimana kemampuan kita mengorkestrasi serangkaian bahan dan sumber belajar
menjadi harmony pembelajaran yang dahsyat.
Latar
belakang kedua adalah bahwa RPP sangat penting perannya dalam pembelajaran.
Ialah yang akan menjadi salah satu acuan penting bagaimana seharusnya
pembelajaran dilaksanakan dengan alat, metode dan tujuan-tujuan tertentu.
Inilah manual pembelajaran kita yang akan memudahkan kita mengelolah kelas. RPP
tidak akan hanya member kesempatan kita menyajikan pembelajaran yang lebih
baik, namun yang terpenting adalah adanya kesempatan untuk melakukan refleksi
atas apa yang telah dibelajarkan selama ini.
Inilah
sesungguhnya peran penting RPP sebagai bahan refleksi pembelajaran.Harapannya
akan ada perbaikan pembelajaran di episode-episode selanjutnya. Selama ini
memang kita dituntut untuk mampu membuat RPP yang efektif dalam penyampaian dan
efisien dalam penggunaan waktunya. Namun, tanpa kita sadari sesungguhnya kita
tidak pernah memprediksikan apa yang akan terjadi saat pembelajaran dalam RPP
tersebut. Hal inilah yang sering menjadikan RPP kehilangan Rohnya. Lahanya
lembaran kertas yang tidak mampu banyak membantu kendala-kendala yang kita
hadapi di ruang kelas.
Kedepannya,
alangkah baiknya jika RPP kita dilengkapi dengan gambaran kelas dan segala yang
berada di dalamnya. Semisal potensi, kecenderungan, kendala yang mungkin kita
hadapi di dalam kelas tersebut. Semoga diskusi ini semakin menyadarkan saya dan
guru lainnya akan arti penting persiapan dalam pembelajaran. Pemeo guru menang
semalam, sudah seharusnya kita buang jauh-jauh, karena kini kita menghadapi
murid yang berbeda dan dapat dengan mudah mendapat pengetahuan sebagaimana kita
dulu. Akhirnya mari kita buat RPP kita sendiri sesuai dengan pengalaman dan
refleksi kita selama prose KBM dilaksanakan plus evaluasi atas segala hal yang
dialami saat mengajar, sehingga hasil yang diharapkan maksimal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar