Setelah membaca dokumen kurikulum 2013,
mengikuti seminarnya, dan merenung sedalam-dalamnya, maka saya ucapkan,
“Bismillah”, dan memberanikan diri untuk menolak kurikulum 2013. Mengapa saya
sebagai seorang guru menolak kurikulum baru? Sebab kurikulum baru itu tidak
menjawab permasalahan pendidikan yang ada di bumi Indonesia. Anda boleh tak
setuju dengan saya, dan boleh juga sepakat. mari kita beragumentasi dengan akal
sehat.
Rendahnya Kualitas Guru
Masalah
rendahnya kualitas guru, seharusnya bukan dijawab dengan pergantian kurikulum
baru. Semestinya pemerintah menjawabnya dengan pelatihan-pelatihan guru yang
mampu meningkatkan kualitas guru. Pendidik kita banyak yang belum mengikuti
pelatihan untuk meningkatkan profesionalitasnya. Bahkan ada guru PNS di daerah
yang puluhan tahun belum mendapatkan pelatihan guru dari pemerintah. Itulah
fakta yang dapat dilihat dengan kasat mata.
Rendahnya
nilai anak-anak Indonesia berdasarkan hasil penelitian TIMSS 2011 dan PISA
secara internasional belum bisa dijadikan alasan untuk pergantian kurikulum.
Sebab rendahnya nilai itu, karena kita belum memiliki guru-guru yang
berkualitas. Kalau saja pemerintah fokus dalam pelatihan guru, niscaya
nilai-nilai itu akan terangkat dengan sendirinya. Sebab pada dasarnya, anak
Indonesia adalah anak-anak yang cerdas. Perlu guru yang cerdas pula untuk
mengajari mereka. Cara mengajar guru itu kuncinya.
Kurikulum
sudah seringkali berubah, namun ternyata tidak memecahkan masalah. Mengapa kita
tak pernah belajar dari sejarah? Selalu melakukan hal yang sama, dan terperosok
dalam lubang yang sama? Kasihan para peserta didik kita. Mereka hanya menjadi
kelinci percobaan kaum penguasa. Mereka dijadikan “trial and error”dari sebuah
penelitian kebijakan yang berbasis proyek. Pantas saja pendidikan menjadi mahal
di negeri ini. Si miskin menjadi sulit mendapatkan pendidikan yang baik. Rusak
sudah bangsa ini (RSBI). Ganti menteri, ganti kurikulum.
Pak
Mendikbud Muhammad nuh selalu bilang, “di Kurikulum baru, guru tak perlu lagi
bikin silabus”. Sungguh sebuah pembodohan yang terstrukturisasi. Guru hanya
diminta untuk menjadi makhluk penurut dan memenuhi keinginan sang penguasa.
Guru tak menjadi lagi orang yang merdeka, dan memiliki kepekaan terhadap
lingkungan sekitarnya.
Tolak Kurikulum 2013
Kini
saatnya guru bersatu untuk menolak kurikulum baru. Jangan mau lagi guru
dibodohi oleh sang penguasa. Kita harus mampu berpikir kritis, dan bukan hanya
memikirkan diri sendiri. Nasib bangsa ini terletak di tangan guru. Bila gurunya
kritis, dan mampu berpikir jernih, maka sang penguasa tak akan mampu berbuat
apa-apa. Demokrasi terletak ditangan rakyat, dan pendidikan yang baik terletak
di tangan guru tangguh berhati cahaya.
Mengapa
guru harus menolak kurikulum 2013? Sebab kurikulum ini syarat dengan
kepentingan politik. Kurikulum itu terlalu dipaksakan dan belum tentu mampu
menjawab persoalan pendidikan yang ada saat ini. Guru-guru malah dibuat bingung
dengan kurikulum baru. Seminar dan bedah kurikulum 2013 digelar di berbagai
tempat, namun hasilnya belum cukup memuaskan semua pihak. Bila anda ingin
melihat dokumennya, silahkan diunduh di facebook group Ikatan Guru Indonesia
(IGI).
Kurikulum 2013
ditelanjangi di Institut Teknologi Bandung (ITB). Sebuah perguruan tinggi bergengsi di Indonesia.
Banyak pakar pendidikan bicara, dan pemerintah seperti tuli. Tak mau
mendengarkan, dan terlalu memaksakan kehendaknya sendiri. Selama ini begitu
banyak masukan dan pertimbangan dari para kritisi, praktisi di lapangan, kaum
cendekiawan, dan akademisi menyikapi permasalahan bangsa ini, selalu saja
mentok ketika berhadapan dengan politik pengambil kebijakan. Setiap solusi dan
terobosan yang bisa terasa langsung di lapangan hampir tak pernah mulus terterima
atau bisa diimplementasikan sesegera gagasan itu muncul.
Pemerintah
terlalu yakin kurikulum 2013 adalah obat yang sangat mujarab untuk menyembuhkan
penyakit pendidikan kita. Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi
yang pernah digagas dalam Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004,
tetapi belum terselesaikan karena desakan untuk segera mengimplementasikan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006. Lalu pertanyaannya, ada apa dengan
KBK?
Saran saya, karena banyaknya penolakan pemberlakuan
kurikulum 2013, sebaiknya kurikulum ini ditunda dulu pelaksanaannya.
Dari sisi persipannya saja, masih terlihat tergesa-gesa. Meski pemerintah
selalu membanatahnya di media. Ingatlah pesan orang bijak! Sesuatu yang
tergesa-gesa itu akan berdampak buruk. “al’ajalu minassyaithon”, tergesa2 itu
sebagian dari kebiasaan syetan. Pikirkanlah yang matang dan mari kita terima
masukan dan kritikan dengan lapang dada.
Uji
publik yang dilakukan oleh pemerintah seharusnya dapat menjawab kegalauan para
guru. Namun sayang, uji publik yang digelar itu, hanya mampu dipahami oleh
pemerintah dan belum dipahami sepenuhnya oleh para guru di sekolah. Lagi-lagi
guru hanya sebagai obyek penderita saja. Kapan ya guru menjadi subyek? Guru
akan menjadi subjek bisa setiap saat, jika ia kreatif mengubah kurikulum di
depan murid, menjadi segar dan enak untuk dilahap murid. Guru penentu di kelas,
dan tentu saja tidak ada hubungannya dengan pemerintah.
Guru Harus Bersatu.
Wahai
para guru, bersatulah untuk menolak kurikulum baru. Kita tolak kurikulum 2013
bukan karena kita tak ingin menjadi bangsa yang maju. Tapi kita ingin
pemerintah melatih terlebih dahulu guru-guru, menjadi tenaga profesional yang
mampu memperbaiki cara mengajarnya. Guru harus berubah, tapi perubahan
itu tak harus dengan mengganti kurikulum baru yang mengeluarkan biaya sampai
Rp. 2, 49 Trilyun. Lebih baik uang itu digunakan untuk pelatihan dan
peningkatan mutu guru di seluruh Indonesia
Dalam
SMS sosialisasi kurikulum 2013 dituliskan, anggaran melekat artinya ada atau
tidak ada kurikulum 2013 anggaran itu tiap tahun diusulkan dalam anggaran rutin
kemendikbud. Anggaran melekat sebesar Rp. 1,74 Trilyun terdiri atas APBN
kemdikbud Rp. 991,8 Miliar dan DAK sebesar Rp. 748, 5 Miliar. Anggaran langsung
artinya anggaran murni yang diusulkan dan didedikasikan karena adanya kurikulum
2013. Anggaran langsung Rp. 751, 4 Miliar untuk persiapan dokumen,
penulisan dan pembuatan buku, uji publik, dan sosialisasi, pengadaan buku, dan
pelatihan guru. Besarnya anggaran karena jangkauan dan jumlah sasaran yang
hendak diberikan pelayanan terhadap kurikulum 2013 begitu besar.
Membaca
SMS di atas itu, saya geleng-geleng kepala, dan berharap anggota DPR tak serta
merta menyetujuinya. Sebab jajaran kemdikbud belum fokus terhadap dana yang
ada, namun sudah membuat anggaran baru lagi yang belum jelas manfaatnya untuk
kemajuan pendidikan di Indonesia.
Kita
tentu masih ingat buku sekolah elektronik atau BSE. Buku BSE itu sudah
mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, dan pemerintah telah membeli buku itu
dari penulisnya. Kitapun masih ingat bahwa ratusan buku pengayaan yang
dituliskan oleh para pemenang naskah buku pengayaan kemendikbud sampai saat ini
belum diterbitkan. Tak jelas kenapa belum diterbitkan. Kami yang menjadi salah
satu pemenangnya jelas saja kecewa. Kini pemerintah akan membuat buku untuk
mendukung kurikulum baru, bukankah ini pemborosan biaya?
Kalau
mau jujur, kurikulum 2013 bukanlah jawaban dari peningkatan kinerja pendidikan
melalui kurikulum, guru, dan lama tinggal di sekolah. SMS yang menyesatkan dari
sosialisasi kurikulum 2013 ini jelas dibuat untuk mempengaruhi pola berpikir
publik agar tidak kritis dengan kekurangan kurikulum 2013. Anggaran dana
sebesar Rp. 2,49 Trilyun untuk kurikulum 2013 terdiri atas anggaran melekat dan
anggaran langsung cuma akal-akalan pemerintah agar dana ini dapat dicairkan
dengan dalih pendidikan kunci pembangunan.
Solusi
terbaik bangsa ini adalah menolak dengan tegas kurikulum 2013. Biarkan
kurikulum lama dievaluasi lebih dulu. Mari kita melihat kelemahan dan
kelebihannya. Lalu kemudian lakukan uji p
ublik.
Jangan hanya sepaihak saja mengatakan bahwa kurikulum 2006 atau KTSP tidak
bagus dan harus diganti. Segala sesuatu itu harus dilakukan dengan cara yang
benar dan penelitian yang tingkat validitasnya tak diragukan. Transparansi atau
keterbukaan harus dikedepankan demi menjunjung nilai kejujuran dan sikap
demokratis. Sehingga tak ada omongan lagi, “ganti menteri, ganti kurikulum.”
Mari
kita ucapkan “Bismillah” bersama-sama.
Yakinlah dan percaya bahwa kurikulum 2013 tidak memecahkan masalah pendidikan.
Tetaplah percaya bahwa perubahan itu pasti terjadi. Namun percayalah, perubahan
itu bukan harus merubah kurikulum. Perubahan itu seharusnya memperbaiki cara
mengajar guru agar mampu menjadi guru yang berkualitas. Guru yang mampu
melakukan pembelajaran yang mengundang sehingga siswa asyik dan menyenangkan.
Guru yang mampu menjadi mata air bagi peserta didiknya dari kehausan akan ilmu
pengetahuan. Guru yang mampu memberikan keteladanan sehingga ikut meningkatkan
keimanan dan ketakwaan peserta didiknya. Ingatlah selalu, “Guru yang berkualitas akan melahirkan peserta didik
yang berkualitas pula.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar